Mohon tunggu...
nindita renzulli
nindita renzulli Mohon Tunggu... -

an ordinary girl who loves writing and reading

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salah Kaprah Definisi Nursery Room

27 November 2014   00:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:45 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah menjadi hal yang lumrah apabila di tempat-tempat umum di Jakarta terdapat nursery room. Paling mudah dapat dilihat di mal-mal besar di Ibukota. Pada umumnya nursery room ini berdekatan dengan toilet umum dan toilet untuk penyandang cacat.

Sudah 8 bulan terakhir ini, saya akrab dengan ruangan ini. Semenjak memiliki bayi, saya jadi selalu memperhatikan hal-hal terkait ruangan ini. Dimulai dari ketersediaan nursery room sampai dengan memberikan penilaian atas kondisi nursery room tersebut. Sangat menarik untuk mengupas hasil pengamatan saya atas beberapa nursery room yang saya temui.

Yang pertama, terkait ketersediaan nursery room. Hampir di seluruh pusat belanja besar memiliki nursery room. Tapi kemudian jumlahnya tidak banyak. Tidak di setiap lantai ada nursery room dan tidak di setiap area toilet ada nursery room disebelahnya.

Keadaan ini berlanjut dengan jumlah ruangan dari setiap nursery room tersebut. Ada yang hanya 1 ruangan terdiri dari wastafel, baby tafel (dipan dengan alas empuk untuk meletakkan bayi) dan tempat sampah. Hasil pengamatan saya rata-rata yang tersedia adalah ruangan seperti ini. Terdapat juga ruangan yang juga menyediakan sofa dan dispenser air minum.

Di sebuah mal besar di bilangan Jakarta Selatan, nursery room-nya jauh lebih besar. Merupakan ruang besar dengan 3 kamar kecil yang terdiri dari sebuah sofa dan meja. Kamar ini diperuntukkan untuk menyusui bayi. Dan di luarnya terdapat baby tafel besar dan panjang yang diperuntukkan untuk mengganti popok bayi. Ruangan dengan kapasitas seperti ini juga terdapat di mal di daerah SCBD. Ruangan dilengkapi dengan stop kontak yang mudah dijangkau. Stop kontak ini sangat membantu bagi ibu-ibu yang memerah asi melalui pompa elektrik. Sejauh pengamatan saya, nursery room di mal ini merupakan salah satu yang ternyaman.

Secara umum, sarana dan fasilitas nursery room di Jakarta masih jauh dari standard dan sangat diskriminatif. Bisa diyakini bahwa pembangunan ruangan ini pun seadanya dan tanpa penelitian untuk memastikan manfaat bagi para penggunanya lebih maksimal.

Sebagai contoh, apabila di sebuah mal besar hanya terdapat 1 ruangan nursery room saja, berarti orang harus bergantian menggunakannya. Sementara dapat dipastikan bahwa setiap harinya pengunjung mal yang membawa bayi pasti lebih dari satu orang. Sangat tidak masuk akal apabila toilet umum bisa tersedia banyak, sedangkan ruangan untuk mengganti popok dan menyusui hanya 1 untuk seluruh pengunjung mal yang memiliki bayi.

Luas ruangan pun harus diperhatikan. Kereta dorong/stroller merupakan kendaraan lumrah untuk membawa bayi. Di banyak tempat saya melihat bahwa ruangannya terlalu sempit sehingga stroller tidak bisa masuk. Kondisi ini sangat merepotkan sekali.

Kondisi ini diperparah dengan salah kaprah definisi nursery room sebagai ruang untuk menyusui dan ruang untuk mengganti popok bayi. Padahal ibu dan bayi memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dibutuhkan ruangan yang tidak disatukan. Terdapat kebutuhan seorang ibu untuk menyusui bayinya. Terdapat juga kebutuhan seorang ibu untuk memerah asi. Kebutuhan bayi pun berbeda-beda, dimulai dari ganti popok sampai ganti baju.

Hasil pengamatan lain juga terdapat pada papan penanda di depan nursery room. Pada umumnya tertulis penanda ‘hanya untuk wanita, laki-laki dewasa dilarang masuk’. Bahkan di sebuah mal di bilangan Jakarta Barat, nursery room tersebut berada di dalam toilet untuk perempuan. Buat saya, hal ini sangat diskriminatif dan tidak sensitive gender. Bagaimana kalau yang pergi ke mal adalah seorang ayah dan anaknya? Dimana ia harus mengganti popok anaknya?

Lebih dalam lagi, apabila dilihat dari teori gender, hal ini sangat bias. Menempelkan seluruh kebutuhan anak dengan ibunya. Situasi ini semakin memperkuat stereotype bahwa anak adalah tanggung jawab perempuan saja. Padahal pekerjaan mengganti popok merupakan pekerjaan yang juga dapat dilakukan oleh kelompok laki-laki. Berbeda dengan menyusui dan memerah asi.

Keadaan ini harus diperbaiki. Tidak hanya menambah banyak fasilitas nursery room tetapi juga memisahkan antara ruang menyusui dan ruang mengganti popok bayi. Melengkapi dengan prasarana seperti dispenser air minum dan sofa yang nyaman. Menyusui atau memerah asi merupakan ‘pekerjaan’ yang menghabiskan energi. Oleh karena itu cairan sangat dibutuhkan bagi ibu menyusui.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun