Mohon tunggu...
Niko Simamora
Niko Simamora Mohon Tunggu... Menulis

@nikomamora~\r\nnikosimamora.wordpress.com~\r\nniko_smora@live.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Bagaimana Kondisi Ekonomimu?

8 Februari 2025   22:34 Diperbarui: 8 Februari 2025   22:34 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Sebelum membaca tulisan ini, silakan mencari-cari dahulu data ekonomi Indonesia terkini. Siapa tahu, memang ada perbedaan yang terjadi dengan kondisi yang ingin digambarkan dalam tulisan ini. Kenapa? Karena kebanyakan orang yang saya temui akhir-akhir ini, mengeluh. Seperti kekurangan daya beli untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sembari menunggu istri beres belanja, saya mampir di pedagang ketoprak langganan. Awalnya, tak ada niat untuk jajan, tapi tak sengaja melihat tukang ketoprak yang lapaknya sudah bergeser beberapa rumah.

Setelah memesan, sambil melayani pembeli  yang sudah datang sebelumnya, si pedagang ketoprak mengangguk. Tapi sambil ngobrol dengan pembeli. Eh, si pembeli malah bertanya ke saya, "Orang Bule?". Jawabku, "Bucek, bule ecek-ecek!". Kami pun tertawa.

Si pembeli tersebut mungkin heran, kalo bule beneran, kok mau makan di pinggir jalan. Sementara, saya sudah sering dianggap bule, langsung berbahasa daerah, supaya jelas. Saya lebih bangga jadi Indonesia dan lebih mengenalkan diri sebagai orang Batak. Meski jajannya tetap ketoprak.

Lalu si pembeli, karena membeli dalam jumlah banyak, punya rasa sungkan. Dia mendesak supaya saya dilayani terlebih dulu, karena dine-in dan cuma satu. Basa-basi, saya juga tidak memaksa dibuatkan segera. Tapi, ya akhirnya si penjual ngikut si pembeli yang takeaway.

Setelah pergi, entah apa obrolan mereka, sayup-sayup terdengar,"Berarti abang nggak sayang istri!". Alamak, obrolan serius bah! Saya menimpali saja,"Harus sayang istri bang, karena istri adalah istana tempat rahmat ilahi". Jokes bapack-bapack saya keluar juga hari ini.

Sambil celingak-celinguk, waspada kalau istri lewat, saya menikmati hidangan yang tersedia di depan saya. Si abang mendekat. Langsung saya tanya kenapa pindah dari tempat sebelumnya. Si abang menjawab kalau pemilik sebelumnya sudah meninggal, dan rumahnya dijual, sehingga ia tidak bisa jualan lagi di situ. 

"Masih jual mie ayam," tanyaku spontan. Si penjual mengangguk, "Cuma kurang laris, bang! Kadang bawa pulang ke rumah, kami makan sendiri". Saya tertegun saja. Tidak bisa merespon. Hari ini pun, dia belum jualan satu porsi mie ayam. Padahal sudah tengah hari. Belum buka dasar, begitu istilahnya.

Sambil bercerita, bahwa belakangan ini penjualan tidak menentu. Harus sabar begitu kata orang-orang di sekitarnya. Tapi, mau sabar bagaimana lagi. Ia kemudian sempat terpikir untuk pakai penglaris. Wah, saya pun kurang setuju. Eh, istri saya lewat. Saya coba teriak memanggil, tak dihiraukan.

Segera saya sudahi makan, bayar, sambil berlalu, saya doakan jualannya laris. "Amin!!!", jawab si abang tegas. Kami pun pulang ke rumah.

Lalu, sambil ngobrol, ketika jajan ketoprak, saya pun kemudian teringat. Beberapa teman juga merasa, sepertinya kebutuhan hidup meningkat, sementara penghasilan sudah tidak cukup memenuhinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun