Mohon tunggu...
Nikolaus Anggal
Nikolaus Anggal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

"Rendah hati dan disiplin adalah kunci kesuksesan"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Habitus Baru: Membumikan Warisan Peradaban Budaya Bangsa

28 September 2019   16:48 Diperbarui: 28 September 2019   18:29 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Budaya malu mempengaruhi perilaku masyarakat penghuni bangsa. Semakin maju bangsa Indonesia, semakin kuat budaya malu anak bangsa. Semakin beradab bangsa Indonesia, semakin kukuh budaya malu menjadi pijakan anak bangsa dalam kehidupan sehari-hari.

Itulah yang seharusnya menjadi budaya anak bangsa kalau penghuni bangsa ini memiliki komitmen yang tinggi dan harapan yang teguh untuk menjadikan bangsa yang kita cintai ini sebagai negara maju. Majunya bangsa Indonesia tergantung pada kualitas atau mutu kehidupan warga negara Indonesia.  Oleh sebab itu budaya malu harusnya menjadi budaya dalam kehidupan setiap hari.

Bangsa ini sangat membutuhkan penghuni rumah bangsa yang bersemayam rasa malu, jiwa-jiwa yang saling memberikan keteladanan bagaimana kita mesti bersikap sebagai anak bangsa. Dengan adanya perasaan malu, membuat seseorang merasa tidak nyaman dan enggan melakukan perbuatan rendah dan tercela, sebaliknya merasa lega dan nyaman apabila dapat melakukan kebajikan-kebajikan moral kebangsaan.

Rasa malu merupakan budaya kehidupan yang saling menghidupkan anak bangsa. Rasa malu merupakan pagar yang paling kokoh untuk menjaga sendi-sendi dan bangunan persaudaraan kebangsaan. Budaya malu akan membangkitkan komitmen pada kebulatan tekad setiap penghuni rumah bangsa untuk loyal dan mempraktekkan nilai-nilai moral kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh sebab itu mengembangkan peradaban budaya malu dalam kehidupan bersama merupakan keniscayaan.

Maju atau tidaknya bangsa ini tergantung pada perilaku masyarakat bangsa dalam mengembangkan budaya malu. Budaya bukan hanya pada tataran kata tetapi merasuki hati, jiwa dan raga anak bangsa serta diaplikasikan dalam membumikan nilai-nilai moral kebangsaan dalam realitas kehidupan bersama sebagai saudara. Hal ini penting untuk menjunjung tinggi pilar-pilar kebangsaan kita sehingga rumah bangsa semakin kokoh, kuat, bagaikan batu karang.

Oleh sebab itu, malu kalau tidak menghayati nilai-nilai pancasila, malu kalau merusak lingkungan, malu kalau melanggar peraturan, malu kalau tidak disiplin, malu kalau membuang sampa sembarangan, malu kalau tidak kreatif dan inovatif, malu kalau tidak mandiri, malu kalau tidak jujur, malu kalau menghina orang lain, malu kalau tidak toleransi, malu kalau tidak kerja keras, malu kalau membangkang,  malu kalau tidak hidup hemat, malu kalau tidak loyal, malu kalau cepat menyerah dalam perjuangan, malu kalau tidak membaca, malu kalau tidak memanfaatkan waktu, malu kalau menyombongkan diri, malu kalau bersikap tidak santun dan ramah, malu kalau tidak menghargai proses, malu kalau tidak menghormati tradisi, malu kalau hanya menjadi penikmat pembangunan dan bukan menjadi pelaku pembangunan, malu kalau tidak bangun 2 jam sebelum jam kerja, malu kalau tidak memiliki target harian, malu kalau berhenti belajar, malu kalau tidak menambah jaringan pertemanan, malu kalau tidak bergaya hidup sehat, malu kalau lebih banyak nonton TV daripada membaca, malu kalau tidak kreatif & berani berinovasi, malu kalau tidak tahu diri, malu kalau lebih banyak main game, malu kalau tidak mengembangkan potensi diri, malu kalau menjadi perusak bangsa, malu kalau tidak meminta maaf apabila melakukan kekeliruan, malu kalau menyebarkan isu-isu (hoax) yang merusak keutuhan kepentingan penghuni rumah bangsa, malu kalau tidak bisa bekerja sama.  

Semua budaya malu tersebut adalah budaya kehidupan, yang saling menghidupkan anak bangsa. Dengan demikian budaya malu harus ditumbuhkembangkan mulai dari diri sendiri, dari keluarga, sekolah dan masyarakat dalam berbagai strata kehidupan berbangsa. Mengembangkan budaya malu memang tidak semudah membalikkan telapak tangan tetapi kalau memiliki niat, komitmen yang tinggi melalui revolusi mental seluruh penghuni bangsa, budaya malu akan membumi dalam hati ibu pertiwi, dalam hati anak bangsa demi kemajuan bangsa.

Budaya malu yang lahir dari kedalaman hati yang bersih, jiwa dan raga dalam semangat moral kebangsaan yang tulus dan ikhlas akan membangkitkan glora semangat yang dahsyat dalam darah, dalam daging putra putri ibu pertiwi untuk menjadi bangsa yang maju, unggul karena penghuni bangsa ini memiliki warisan peradaban budaya yang kualitas tinggi yang merupakan potensi untuk  memenangkan persaingan global dengan membangkitkan semangat warisan peradaban budaya a) budaya kerja keras; b) budaya hidup hemat; c) budaya loyalitas; d) budaya inovasi; e) budaya pantang menyerah; f) budaya membaca; g) budaya kerja sama kelompok; h) budaya kreativitas individu dan team proses inovasi; i) Bangun 3 Jam sebelum Jam Kerja; j) Memiliki Target Harian; k) Tidak Pernah Berhenti Belajar; l) Menambah Jaringan Pertemanan; m) Lebih Banyak Membaca Daripada Nonton TV.

Semua budaya tersebut merupakan warisan peradaban budaya bangsa yang ditopang oleh pilar-pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 yang membuktikan bahwa penghuni rumah bangsa memiliki budaya kreatif dan inovatif. Warisan peradaban budaya bangsa yang kreatif dan inovatif tersebut belumlah cukup menopang kehidupan berbangsa dan bernegara kalau anak bangsa belum mendarah daging, belum menjiwai, belum memiliki strategi kehidupan yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dalam menegakkan moral kebangsaan yang merupakan warisan leluhur bangsa tersebut.

Warisan leluhur bangsa tersebut seharusnya menjadi identitas penghuni bangsa dengan cara revolusi mental kebangsaan sehingga putra-putri bangsa dan ibu kota negara (IKN) menjadi representasi kemajuan bangsa yang unggul, menjadi Katalis peningkatan peradaban manusia Indonesia yang tercermin dalam pilar-pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945. Penghuni bangsa ini menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala dan menjadi habitus baru dalam membumikan warisan peradaban budaya bangsa. (*)

Ditulis Oleh: Nikolaus Anggal, M.Pd
Dosen Sekolah Tinggi Kateketik Pastoral Katolik (STKPK) Bina Insan Keuskupan Agung Samarinda Kalimantan Timur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun