Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Uhuy Komeng: Skeptisisme Politik dan Pemikiran Biner

27 Februari 2024   07:37 Diperbarui: 27 Februari 2024   09:54 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://akcdn.detik.net.id/visual/2024/02/15/foto-komeng-di-surat-suara_169.png?w=650

Komeng adalah seorang komedian yang lahir pada 25 Agustus 1970. Ia adalah komedian, aktor, pengisi suara, penyiar radio serta presenter. Komeng sendiri merupakan anggota dari grup lawak Diamor yang beranggotakan Mamo, Jarwo Kwat dan Rudi Sipit. Ia juga sangat dikenal dengan ucapan 'Uhuy"-nya yang kerap digunakan sewaktu membawakan acara televisi berjudul Spontan.

Di masa lalu, seorang filsuf terkenal bernama Friedrich Nietzche menulis di dalam bukunya yang berjudul 'Beyond Good and Evil' mengenai kritik terhadap moralitas tradisional, terutama oposisi biner tentang baik dan buruk yang sudah tertanam di dalam struktur pemaknaan masyarakat. Nietzche melihat bahwasanya gagasan tradisional mengenai baik dan buruk adalah produk dari kerangka moral yang dipaksakan kepada manusia oleh norma-norma sosial dan agama. Tentu saja, bagi kita kaum relijius, pernyataan beliau juga menjadi sumber kritisi, karena agama adalah sumber kebenaran mutlak bagi umatnya. Namun, yang bisa disimpulkan pemikiran Nietzche adalah bahwasanya benar dan salah, baik dan buruk, tidak bisa dengan mudah dan sederhana ditentukan.

Pemikiran seperti ini bernama pemikiran dualistik atau biner. Yaitu cara berpikir seseorang yang cenderung membagi segala sesuatu menjadi dua kategori yang saling eksklusif, seperti hitam dan putih, baik dan buruk, benar dan salah, tanpa mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan lain atau kompleksitas situasi.

Oleh sebab itu, di masa lalu, kita kerap secara sederhana mendefinisikan sesuatu yang buruk dengan ciri-cirinya yang buruk pula. Tato, piercing, atau mengenakan pakaian yang 'tidak pantas' didasarkan pada nilai-nilai masyarakat dan kesopanan, biasanya cenderung satu garis dengan kata-kata jahat atau buruk. Sedangkan mereka yang rapi, sopan dalam tindakan dan tutur kata, dianggap sebagai orang yang baik dan benar.

Pada kenyataannya, memutuskan baik dan buruk tidak semudah itu. Pada masa Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok, banyak orang yang beranggapan bahwa Ahok adalah sosok yang ceplas ceplos, kerap menggunakan kata-kata kasar, serta bersikap dan bertingkah laku sama kasarnya, ternyata sebaliknya merupakan pemimpin yang amanah, bertanggung jawab dan memiliki hati yang lembut serta baik.

Berkaca dari fenomena Komeng dan politik Uhuy-nya yang santuy, saya malah melihat masyarakat mundur dan kembali terjebak pada pemikiran biner. Kali ini memang masyarakat tak lagi melihat gaya berpakaian, cara berbicara dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat yang ada sebagai salah. Sialnya, tidak sedikit yang menciptakan pola pikir biner generasi baru. Misalnya pada fenomena 'etika' Gibran di masa debat pemilihan presiden tempo hari (saya juga telah menulis artikel tentang ini dengan judul "Gibran, Anak Muda dan Etika", yang dapat dibaca di link berikut: Sumber). Banyak pendukung yang sepertinya melihat dualitas dengan cara yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa etika adalah hal yang remeh dibandingkan dengan kecerdasan dan keberanian Gibran, yang memang mewakili semangat pemuda. Maka, dualitas atau oposisi binernya bukan baik dan buruk, melainkan kurang beretika tetapi cerdas VS beretika serta sopan tetapi tak becus kerja. Seakan-akan orang yang memiliki perilaku buruk malah sebaliknya baik, dan orang yang berperilaku baik sejatinya adalah penipu, koruptor, pembohong dan sebagainya.


Bukankah ini sebenarnya pikiran biner atau dualistik lain?

Komeng, yang bahkan mengaku tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang politik, tanggung jawab dan pekerjaannya di DPD, serta tidak memiliki visi misi yang jelas (lebih secara umum saja), dipilih masyarakat dengan berdasarkan pemikiran biner tersebut: terdengar lucu tapi serius VS terlihat serius tapi lucu (menggambarkan perilaku anggota dewan). Masyarakat menisbikan unsur-unsur visi misi calon wakil rakyat yang dianggap merupakan kata-kata dan janji-janji manis belaka. Berkebalikan dengan Komeng yang sama sekali tidak menunjukkan atau menjelaskan apalagi mengkampanyekan visi misinya, tetapi sudah dianggap mampu untuk menjadi wakil rakyat dan bekerja dengan benar.

Pola pikir dualistik ini mungkin disebabkan oleh skeptisisme masyarakat terhadap tokoh-tokoh politisi nasional yang tidak amanah. Maka, kehadiran Komeng menjadi semacam opisisi biner para politisi yang masyarakat anggap memuakkan itu.

Memang benar ada satu hal positif dari fenomena sosial politik ini, politik memiliki harapan. Masyarakat mulai melihat tokoh-tokoh lain yang dianggap memiliki latar belakang baik dan sifat yang tulus. Namun, mengenai integritas, itu masih perlu dipertanyakan.

Masalahnya, bukankah masalah baik dan buruk ini pernuh dengan kompleksitas? Visi dan misi, pemahaman tentan tugas, kewenangan dan tanggung jawab seorang wakil rakyat saya pikir tetaplah sebuah hal yang penting. Bukan berarti menjadi lucu dan menghibur juga salah, dan juga bukan berarti selalu lucu dan menghibur adalah adalah selalu benar. Pola pikir semacam ini, yang biner dan skeptis malah membuat kita semakin tersesat ke dalam pemikiran dualistis yang mempermudah segalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun