Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada 2020: Menanti Suara yang Lain? (1)

17 Desember 2020   12:27 Diperbarui: 18 Desember 2020   08:07 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilih perempuan di bilik suara TPS Kota Banda Aceh pada Kamis (25/4/2019).| Sumber: KOMPAS.COM/ RAJA UMAR

Pilkada serentak 2020 sudah dilakukan. Di berbagai daerah rekapitulasi suara sedang dilakukan dan akan berakhir 26 Desember 2020. Siapa yang bakal menang? Pertanyaan yang lebih penting adalah berapa jumlah calon perempuan yang menang?

Dewi Asmara, Presidium Kaukus Perempuan Parlemen RI menyebut bahwa pilkada 2020 menjadi ajang kontestasi 1.486 calon kepada daerah (Detik, 27/9/2020). 

Calon perempuan sebanyak 157 orang, sedangkan calon laki-laki adalah 1.329 orang. Dari 157 calon perempuan, 5 calon ikut pemilihan gubernur, 125 orang dalam pemilihan bupati dan 25 berkompetisi merebut kursi wali kota. 

Meskipun tidak signifikan, partisipasi calon perempuan naik sedikit dari 8,85 % (2018) menjadi 10,6 % (2020). Sebanyak 101 calon perempuan ikut bersaing dalam pilkada 2018.

Berapa calon perempuan yang bakal menang? Jawabannya harus menunggu hasil penghitungan suara. Namun di tengah dominasi kultur partriarki, hasil pemilu sudah dapat diperkirakan. 

Kemungkinan besar tidak banyak calon perempuan yang bisa duduk di kursi kepala daerah. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi dalam pilkada, tetapi juga dalam pemilu legislatif pusat dan daerah.

Ada beberapa contoh keberhasilan kepala daerah perempuan seperti Bu Risma di Surabaya. Kepempinan perempuan yang menonjol seharusnya memberikan inspirasi pada pemilih untuk memberi kesempatan pada perempuan menjadi gubernur atau bupati. 

Namun, budaya politik maskulin, proses kaderisasi partai yang bias gender, biaya pilkada yang besar, dan tahapan pemilu yang panjang memperkecil peluang kemenangan calon perempuan.

Etika Keadilan Vs Etika Kepedulian

Jika ada cukup banyak calon perempuan yang menang, apa dampak pada kebijakan pembangunan dan kesejahteraan di daerah? Para pemilih tentu mengharapkan adanya kebijakan yang dirumuskan in different voice. Kebijakan yang berasal dari suara yang lain. Suara yang lain dari laki-laki. suara pemimpin perempuan.

Carol Gilligan, dalam bukunya In A Different Voice (1982) menentang teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg. Teori Kohlberg muncul pertama kali dalam disertasinya di Universitas Chicago (1958). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun