Kata-kata  "branding" memiliki orientasi dengan merk suatu barang atau benda. Namun, "branding" saat ini tidak hanya berkaitan dengan citra merek suatu barang tetapi lebih kepada menciptakan citra merk pada diri manusia.
Seseorang saat ini untuk bisa dikenal di kalangan khalayak ramai, mulai berlomba untuk membranding dirinya dengan berbagai macam status dan gelar. Sehingga beberapa istilah muncul, seperti julukan "ratu sosmed", "politikus sontoloyo" dan sebagainya.Â
"Branding" diri ada yang mengarah pada brand positif ada yang mengarah pada brand negatif. Brand positif muncul, jika seseorang mengeksiskan dirinya pada hal-hal yang berbau positif, seperti penulis, brand negatif pun juga akan muncul jika pola seseorang dalam bersikap monoton pada hal-hal negatif.
Di era digital ini, hampir semua orang ingin diakui dirinya eksis, sehingga semua mulai beramai-ramai "membranding" dirinya. Branding ini ditujukan untuk membuat spesialisasi/keunikan sehingga dia memiliki perbedaan yang mencolok dengan yang lain. Ketika memiliki keunikan, maka manusia akan mempunyai daya tawar tersendiri dan biasanya harganya semakin mahal. Misal saja artis, artis yang memiliki karakter dan syle khusus dia lebih laku daripada artis yang biasa-biasa saja.
Pun demikian, pada tahun politik saat ini, calon-calon pemimpin kita juga mulai memberikan brand pada diri dan partai yang mengusung. Sehingga dari brand tersebut, bisa menyentuh hati para simpatisan dan menarik untuk memilihnya. Dalam melakukan branding, partai melakukan berbagai strategi dan cara, sehingga brand yang diusung menjadi menarik dan bisa terpilih menjadi pemimpin negeri ini.
Pada akhirnya, branding saat ini, diakui ataupun tidak menjadi penting bagi sebagian orang untuk tetap eksis dan dikenal banyak orang.Â
Namun sebagian orang yang lain melihatnya hanya sebagai hal yang tidak berguna dan sia-sia.
Edisi akhir zaman, semoga menjadi manusia berguna
"sebuah perenungan pasca motivasi harus membranding diri oleh Mr. Adhitya Wardhono, we proud of you"