Mohon tunggu...
Niken Tf Alimah
Niken Tf Alimah Mohon Tunggu... -

Niken Tiara Fithri Alimah. Seorang sisten dosen (2004-2008) yang resign 2 bulan setelah diangkat sebagai Kasubdiv Pelayanan Akademik di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010, dan beralih profesi menjadi ibu rumah tangga.\r\n\r\nIstri dr. Hari Nugroho dan ibu dari Hanif Abdurrahman (2 tahun) ini sedang belajar menjadi ibu rumah tangga profesional sambil menekuni proyek-proyek penulisan bukunya dan menggerakkan Toko Salatiga: Toko Online Utama di Salatiga sebagai mompreneur (http://tokosalatiga.blogspot.com). \r\n\r\nAktif di Komunitas Popok Kain (Kompoka), Recommended Online Shop, Institut Ibu Profesional (www.ibuprofesional.com) dan http://nikentfalimah.wordpress.com.\r\n\r\nTulisan-tulisan yang telah diterbitkan antara lain adalah: Bete Boleh, Tapiii.. (Suara Merdeka), Helmnya, Pak! (readers digest Indonesia), #I Care (Nulisbuku & Kimia Farma), Desa 1000 Cerita (Nulisbuku), Kisah Ramadhan (Nulisbuku), Read to Share (Fimela), Entrepreneur Story (Nulisbuku & Es Teler 77), Bye-Bye Office (MIC Publishing), Selalu Ada Kemudahan (Penerbit Ruang Kata), Sahabat Disabilitas (MKAA), Kisah Koin Kedua (Cerdas Keuangan), dan Ayah (Penerbit Harfeey). \r\n\r\nSenang sekali berkorespondensi lewat nikentiara@gmail.com atau Facebook Niken Tf Alimah.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berbagi Hari bersama Ayah Irwan Rinaldi

16 Mei 2013   07:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:30 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata, pada kebanyakan generasi muda Indonesia yang berusia 23 tahun, perkembangan psikologisnya tak lebih dari anak berusia 11 tahun. Lantas, ke mana selisih usia 10-12 tahun itu pergi? Kalimat itu membuka materi parenting panjang pada Kuliah Umum Institut Ibu Profesional pagi tadi, 12 Mei 2013. Sebuah pertanyaan yang membuka kesadaran setiap orang tua untuk mengambil posisi waspada. Belum lagi saat narasumber menyebut penelitian yang menyebutkan bahwa 66% remaja usia SMP di kota-kota kabupaten di Indonesia – bukan kota besar ataupun metropolis – terbukti telah melakukan pergaulan bebas dengan teman sebayanya. Angka tersebut dikoreksi menjadi 70% saat sebuah surat kabar terkemuka di Indonesia mengkaji ulang hasil penelitian sebelumnya. Gumam “na’udzubillahi min dzalik” (kami berlindung dari hal tersebut) memenuhi aula School of Life Lebah Putih. Posisi para orang tua sudah bukan lagi waspada, namun berubah menjadi siaga. Siaga Satu, bahkan. Mengapa? Usut punya usut, saat para ahli melakukan penelitian lebih jauh tentang akar masalah semua itu, didapat dua masalah besar yang menganga dalam keseharian manusia. Bukanlah kondisi ekonomi, bukanlah kondisi politik, bukanlah kondisi pertahanan keamanan yang menjadikan semua itu bermunculan. Ternyata akar masalah yang sesungguhnya adalah pada pendidikan dan pengasuhan yang tidak terpenuhi dengan semestinya.

Saat pendidikan hanya berpatokan pada fasilitas gedung dan sarana prasarana yang lengkap, saat pendidikan tidak diselimuti dengan pengasuhan dari para guru yang memang berdedikasi tinggi memberikan contoh dan paham benar di luar kepala tahapan perkembangan anak berdasar usianya, maka sejatinya seorang anak hanya akan tumbuh fisiknya dan bukan jiwanya. Lebih jauh lagi, sekolah dan guru pada dasarnya adalah perpanjangan tangan kedua orang tua seorang anak. Saat orang tua menyerahkan pendidikan dan pengasuhan semata-mata pada pihak sekolah, maka lubang yang dalam itu sejatinya sedang digali sendiri. Anak punya orang tua, tapi sesungguhnya ia “tidak punya” orang tua. Saat berbicara orang tua, haruslah terdiri dari ayah dan ibu. Saat berbicara pendidikan dan pengasuhan anak, haruslah terdiri dari ayah dan ibu. Tapiiii, menjadi hal jamak di keseharian kita, pendidikan dan pengasuhan anak seolah hanya ditugaskan kepada ibu. Ayah hanya bertugas mencari nafkah sebanyak mungkin. Padahal, dalam banyak aspek pembentukan karakter anak, seorang anak banyak sekali menyerapnya dari seorang ayah. Secara alamiah, anak memiliki kecondongan yang besar mendekat kepada ayah untuk mempelajari tantangan-tantangan dalam kesehariannya. Sementara, kenyataan seringkali berkata lain. Contoh paling sederhana, dari 700an ayah yang diteliti oleh Sahabat Ayah – komunitas yang dirintis oleh narasumber – hanya 10 orang yang bisa mendongeng dengan baik kepada anaknya. SEPULUH ayah dari 700 ayah. Padahal, dampak luar biasa aktivitas mendongeng bagi perkembangan karakter anak, terutama pada usia 0-15 tahun, sudah teruji positif dalam berbagai literature parenting. Belum lagi penelitian-penelitian tentang uji keterampilan seorang ayah dalam hal pendidikan dan pengasuhan anak yang lainnya. Kesimpulan besarnya adalah, cita-cita memiliki putra-putri yang berkualitas unggul ternyata belum diiringi dengan keterampilan berkualitas unggul sebagai orang tua. Sebagaimana banyak sekali ibu yang kebingungan menjadi “ibu”, ternyata buanyak sekali ayah yang sama kebingungannya menjadi “ayah”. Itulah yang kemudian menciptakan “anak-anak bingung” dan salah satunya ditandai dengan kesenjangan usia fisik dan usia psikologis. Na’udzubillahi min dzalik. ***
Gambar
Gambar
Rasanya sungguh sangat bersyukur bahwa sekali lagi ketetapan hati memperjuangkan cita-cita memberikan buah yang begitu manis terasa. Kehadiran narasumber Kuliah Umum bulan Mei 2013 Institut Ibu Profesional Salatiga, Ayah Irwan Rinaldi, telah memberikan banyak inspirasi bagi banyak orang yang berjumpa dengannya. Setidaknya, beliau telah berkenan menjadi mentor Komunitas Ayah Profesional yang mulai dirintis oleh Ibu Septi . Juga, tidak sedikit ayah yang hadir pada kuliah umum tersebut terlibat diskusi seru dengan beliau selepas acara dan ingin menindaklanjuti kuliah umum tersebut di komunitas masing-masing. Grow up, grow up, and grow up! Secara khusus, saya berterima kasih kepada tim sukses acara ini yang sungguh luar biasa. Ibu Yully Purwanti dari Sahabat Ayah yang selalu sabar melayani korespondensi saya. Mbak Dewi dan Pak Darma yang berbaik hati menjemput Ayah Irwan dari bandara A. Yani dan mengantar ke tempat Ayah Irwan bermalam. Bu Septi dan keluarga yang bermurah hati menyediakan tempat bermalam Ayah Irwan dan menjadi moderator webinar 10 Kiat Mengenalkan Fungsi Uang pada Anak bersama Ayah Irwan (materi webinar bisa diunduh di sini: WEBMINAR SALATIGA). Pak Novianto yang berbaik hati mendampingi Ayah Irwan hingga penerbangan ke Jakarta terkejar dengan sukses di sela-sela macetnya jalan raya Solo Semarang. Pak Dadang dari Jarimatika Salatiga yang berbaik hati menjemput Ayah Irwan dari penginapan menuju School of Life Lebah Putih meskipun sedang akan berangkat ke Madiun.
Gambar
Gambar
Tak lupa, terima kasih juga kepada kakak-kakak di School of Life Lebah Putih Salatiga yang telah menyediakan tempat dan fasilitas pendukung. Dan yang paling keren, tentu saja teman-teman panitia kuliah umum: Mbak Umi (PJ), Mbak Imah (Receptionist), Mbak Zul (MC), Bu Aisyah dan Mbak Ula (Potluck), Mbak Nunuk (Paparazzi), dan Mbak Luluk (Clean Up). Semangat kalian luarrrrr biasa! Oiya, Kuliah umum kali ini dimeriahkan dengan bazaar juga lho. Ada Habib Edutoys dengan berbagai mainan edukatif dari kreasi flannel. Ada juga Yoghurt Memory 84 dengan yoghurt dan berbagai olahan yoghurt-nya. Sedaaaap!! Terima kasih banyak atas partisipasinya yaa.. Kuliah umum jadi tambah seruuu!!
Gambar
Gambar


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun