Setiap pengendara tentu memahami resiko yang ditimbulkan atas kegiatan berkendaranya di jalan. Namun tidak setiap saat pengendara sadar akan konsekuensi resiko tersebut. Terlebih para pengendara pemula yang masih di bawah umur atau belum memiliki legalitas, tentu belum memiliki kesadaran konsekuensi dari tindakannya di jalan tersebut.
Sepeda motor, mobil, dan kendaraan lainnya memang diciptakan untuk menunjang kegiatan dan aktifitas manusia. Namun tak jarang, justru menjadi sumber celaka bagi penggunanya. Hampir setiap hari terjadi kecelakaan di jalan, namun hal itu tidak menciutkan nyali para pengendara mengingat kebutuhan mereka atas kendaraan sebagai penunjang hidup.
Sebagaimana pergaulan di berbagai lingkup sosial, jalan pun juga menjadi sarana kita berjumpa dengan berbagai macam karakter dan sifat manusia. Kita merasa aman apabila di jalan bertemu dengan orang yang santun, tertib, dan memiliki rasa tanggung jawab untuk saling menjaga keselamatan. Berbeda dengan saat kita bertemu dengan orang yang terburu-buru, egois, mudah marah, dan tidak mengindahkan peraturan lalu-lintas, tentu kita merasa was-was dan enggan untuk berdekatan saat berkendara.
Terlepas dari faktor sifat manusia, kondisi jalan, dan kondisi kita saat mengemudi, tentu ada saja halangan di jalan. Dalam bahasa jawa dinamakan "alangan", yang berarti sesuatu yang menghalangi, merintangi, menghentikan kita di jalan tanpa kita harapkan. Meskipun manusia sudah berhati-hati, tetap saja sesuatu yang tidak diharapkan kadang terjadi sebagai konsekuensi dari kegiatan kita berkendara.
Kejadian yang sangat tidak diharapkan di jalan adalah kecelakaan lalu lintas, baik kecelakaan tunggal atau sendiri maupun kecelakaan yang melibatkan pihak lain. Tentu negara memiliki aturan hukum tersendiri dalam menangani hal tersebut. Mulai dari regulasi pencegahan dengan  Surat Ijin Mengemudi (SIM), penanggungan biaya pengobatan oleh Jasa Raharja, serta penanggungan biaya pengobatan oleh BPJS. Ketiga regulasi tersebut disediakan oleh negara agar menciptakan rasa aman dan nyaman saat berkendara, tidak perlu was-was jika terjadi "alangan" di jalan.
Dalam pelaksanaannya Jasa Raharja dan BPJS tidak langsung dapat menanggung biaya pengobatan korban kecelakaan. Aturan yang ada saat ini adalah si korban kecelakaan terlebih daluhu melaporkan kejadian kecelakaan di kantor kepolisian. Laporan kepolisian tersebut menjadi lampiran dalan mengurus Jasa Raharja. Dalam laporan kepolisian tersebut akan dilakukan penyelidikan terkait kejadian kecelakaan, penahanan kendaraan sebagai bukti kecelakaan, serta proses penggalian informasi dari saksi kecelakaan.
Hal yang paling susah dalam pengurusan laporan kecelakaan polisi adalah menghadirkan saksi kecelakaan, karena tidak setiap kecelakaan ada saksi di tempat kejadian. Jika dirunut dari ketidakhadiran saksi ini, maka dampaknya adalah tidak terbit laporan kepolisian. Tidak terbit laporan kepolisian menjadikan tidak terbit surat penolakan penangguhan dari jasa raharja. Tidak terbitnya surat penolakan Jasa Raharja, membuat BPJS tidak dapat meng-cover biaya pengobatan.Â
Hal tersebut memang tidak menjadi masalah jika rasa sakit yang ditimbulkan dari kecelakaan tidak memakan biaya yang besar. Namun bagi masyarakat umum, sangat berat jika harus menanggung biaya operasi yang besarnya jutaan rupiah. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk senantiasa berhati-hati saat berkendara. Apabila sudah berhati-hati namun tetap mendapat alangan, pastikan langsung mencari 2 orang saksi kecelakaan dan langsung melaporkannya ke polisi agar biaya pengobatan tidak terlalu berat dirasakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI