Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sungguh Berat, Kans Jokowi Memimpin DKI

1 Juni 2012   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:32 2442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_191930" align="aligncenter" width="590" caption="Jokowi saat menjamu 7 walikota asal Swedia yang berkunjung ke Solo, Kamis 31/5/2012). "][/caption] Bagaimana peluang Joko Widodo (Jokowi)-Ahok dalam bursa Pilgub DKI Jakarta? Jawabannya BERAT. Sungguh, sejujurnya memang berat. Berdasarkan survei lembaga-lembaga yang terpercaya, elektabilitas Jokowi jauh di bawah pasangan Foke-Nachrowi Ramli.  Sebagai contoh, berdasarkan survei yang dilakukan Lingkar Survei Indonesia (LSI), Foke memperoleh suara 49,1%. Sementara Jokowi hanya di peringkat kedua, itu pun selisihnya sangat jauh, dengan perolehan hanya 14,4%. Gak usahlah dulu ngomongin calon lain, karena menurut saya dua pasangan ini yang paling kuat. Kenapa? Ya memang Foke sudah mendarah-daging di masyarakat Jakarta. Dia udah sangat populer. Posisinya sebagai  calon incumbent juga  makin menguatkannya. Jauh-jauh hari Foke sudah bersiap. Sementara Jokowi adalah orang baru buat masyarakat DKI. Belum sepopuler Foke, dan tidak punya kesempatan seperti calon incumbent yang punya banyak kesempatan bertemu publik selama sisa menjabat. Posisi Jokowi sebagai "orang luar" menjadi salah satu kelemahan tersendiri. Ini dijadikan sebagai salah satu senjata bagi Foke untuk unjuk diri dengan menggarap isu primordialisme. Walau mungkin nama Jokowi lebih harum karena selama memegang tampuk pemerintahan di Kota Solo nyaris tak terdengar kabar miring, tetap saja masyarakat Jakarta, khususnya orang Betawi asli,  merasa lebih dekat dengan Foke ketimbang Jokowi. Namun   apakah dengan demikian kemungkinan Jokowi memenangkan DKI tertutup rapat? Tunggu dulu. Mari kita tengok Pilkada Solo periode I, di mana Jokowi mencalonkan diri sebagai Walikota. Jokowi bukan siapa-siapa waktu itu. Si Bukan Siapa-Siapa ini berani "melawan" orang-orang yang dianggap jauh lebih kuat. Ada calon incumbent Slamet Suryanto, ada pengusaha kaya-raya nan terkenal dengan seambreg jabatan, Hardono. Dan ada tokoh masyarakat yang sangat populer, tak diragukan kepemimpinannya dalam berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, Purnomo. Di kebanyakan survei yang dilakukan sejumlah lembaga waktu itu termasuk media massa, Jokowi yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tak pernah ada di peringkat teratas. Sebaliknya, tiga calon  lawan Jokowi yaitu Slamet Suryanto, Purnomo dan Hardono secara bergantian ada di peringkat teratas berbagai survei menyangkut elektabilitas calon Walikota. Namun hasilnya? Sungguh di luar dugaan. Jokowi yang berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo, nangkring di posisi teratas dalam pemungutan suara pada Pilkada sebenarnya. Apa yang dilakukan Jokowi  dalam usaha pemenangan? Persis sama dengan yang dilakukannya bersama Ahok saat ini: rajin mendatangi komunitas-komunitas, berdialog dengan masyarakat, melihat kenyataan di lapangan, memperkenalkan diri dan sekaligus mensosialisasikan program secara langsung. Konon, massa mengambang yang semula cenderung apatis dan angin-anginan serta tak begitu peduli pada politik, akhirnya banyak yang berharap pada sosok baru nan bersemangat dan akhirnya pergi ke tempat pemungutan suara, lantas menjatuhkan pilihan pada Jokowi.  Mungkin saja ini juga akan terjadi di DKI Jakarta. Saat menjabat? Jokowi hampir tak pernah terkena isu miring. Hasil pemeriksaan terhadap keuangan Pemkot Solo selalu dalam kategori Wajar Tanpa Pengecualian. Kota Solo yang kumuh dan tak tertata secara fisik, ditata lagi. Sektor pariwisata yang mulai suram, berseri lagi. Kini Jakarta sungguh ruwet, banyak hal perlu dibenahi. Dibutuhkan semangat baru untuk menata Jakarta. Kondisi yang mirip dengan Solo waktu itu. Hingga ketika periode kepemimpinan habis sebagai Walikota Solo, lalu Jokowi tak segera mencalonkan diri, masyarakatlah yang berinisiatif menemui Jokowi sekelompok demi sekelompok. Mereka menyambangi Jokowi untuk memintanya meneruskan kepemimpinan dan segera mendaftar sebagai Calon Walikota dalam Pilkada selanjutnya. Akhirnya di menit-menit akhir pendutupan pendaftaran calon, Jokowi mendaftar, dan keluar sebagaipemenang lagi, dengan perolehan suara yang fantastis, 90% lebih, jauuuuuuh di atas rivalnya, KP Eddy Wirabhumi. Di penghujung pemerintahan sebagai walikota yang belum juga usai, di tengah kabar bahwa dia dinominasikan sebagai walikota terbaik dunia oleh The City Mayors Foundation, Jokowi diminta PDIP untuk maju mencalonkan diri dalam Pilgub DKI Jakarta. Banyak yang menyayangkan, walau tak sedikit pula yang mendukung. Akankah Jokowi mengulang kejayaan saat maju untuk kali pertama dalam Pilkada Solo? Menjadi kuda hitam yang menjegal lawan-lawannya, kuda-kuda putih yang kuat dan gagah perkosa? Kita lihat saja nanti. Namun tentu saja. Ini bukan Pilkada Solo. Ini adalah Pilgub DKI Jakarta.

1338520224854146718
1338520224854146718

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun