"Oooo, ..." serentak para guru SDK Sang Timur Pasuruan pun bersuara. Menandai kesalahan yang selama ini terjadi. Kami seringkali menyebutnya BATIK ECOPRINT, ternyata salah. Batik itu menggunakan bahan malam panas sebagai perintang warna.
Ecoprint adalah salah satu seni ragam hias pada kain dengan ciri khas yang sangat ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan alam saat pemrosesan. Ada 3 macam teknik dalam pembuatan ecoprint yaitu:
- Teknik pounding (pukul)
- Teknik steaming (kukus)
- Teknik Fermentasi (hampir sama dengan pounding tetapi melalui proses fermentasi terlebih dahulu)
Kami sengaja memasukkan kegiatan pelatihan ecoprint sebelum mengawali Tahun pelajaran 2020-2021. Sebuah rumah sederhana yang asri sudah siap menerima kami. Dengan protokol kesehatan ketat, menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker, kami tetap bisa melakukan pelatihan dengan lancar.
Sapaan penuh kekeluargaan menyambut kedatangan suster, guru dan karyawan SDK Sang Timur Pasuruan. Keramahan yang diekspresikan pula dengan hidangan camilan hangat kerinduan kami. Khas Indonesia yang nikmatnya luar biasa. Kacang rebus dan pisang kukus. Yummy, tak ada duanya.
Semua bahan sudah disiapkan Pawiro Batik dan Handycraft, yaitu:
- Kain katun,
- Dedaunan dengan berbagai bentuk yang akan dicetak pada kain
- Tawas atau soda abu untuk pengolahan kain sebelum di ecoprit dan untuk proses fiksasi
- Palu kayu atau alat pukul terbuat dari kayu
- Plastik
Menurut  Ibu Titik Nur Fajriyah, sebelum dilakukan proses ecoprint kain harus direndam dahulu selama 24 jam dengan larutan yang sudah diberi TRO atau kalau tidak ada bisa diganti dengan detergen. Kain lantas dibilas dan dikeringkan. Proses ini disebut scouring. Tujuannya untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kain saat pembuatan di pabrik.
Setelah itu kain direbus dalam air yang telah dicampur tawas dan soda abu. Perebusan ini membutuhkan waktu 1 jam. Kemudian kain biarkan saja terendam semalaman. Proses ini dinamakan Mordant. Tujuan proses ini adalah membersihkan dari lemak-lemak yang masih menempel pada kain.
Barulah kita bisa melakukan ecoprint. Bagaimana caranya? Sangat mudah namun membutuhkan kehati-hatian dan rasa seni yang unik. Daun yang sudah kita pilih diletakkan di atas kain dengan posisi tulang daun menempel pada kain. Kemudian di atas daun dilapisi plastik sehingga ketika memukul yang terkena adalah plastiknya. Setelah selesai daun diangkat perlahan, akan terlihat bentuk daun yang kita pilih telah menempel pada kain.
Setelah proses ecoprit selesai, kain kembali dibilas dalam air yang telah dicampur tawas. Kemudian dijemur atau diangin=anginkan sampai kering. Proses Fiksasi ini dilakukan agar warna daun yang telah menempel tidak mudah luntur.
Istri Bapak Muhamad Syarif itu membimbing kami dengan sabar. Pak Syarif pun ikut mengarahkan jika kami salah memukul juga ketika kami kebingungan menentukan pola gambarnya.Proses demi proses kami ikuti. Beberapa teman yang memilki rasa seni yang tinggi mampu menciptakan motif yang indah. Namun yang tidak memiliki bakat dalam hal rasa seni pun bisa menghasilkan pola acak yang justru unik dan menarik.
Kendala-kendala kecil sempat muncul dalam proses pengerjaan ecoprint tersebut. Ada beberapa jenis daun yang sudah kering karena terlalu lama dipetik sehingga bentuknya yang unik tidak bisa 100% menempel pada kain. Ada daun yang terlalu tinggi kadar airnya sehingga tidak tampak pola tulangnya. Kadang kami juga terlalu keras memukul sehingga daun menjadi hancur.