Mohon tunggu...
niken nawang sari
niken nawang sari Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga. Kadang nulis juga di www.nickenblackcat.com

Ibu Rumah Tangga yang suka jalan-jalan ke bangunan kolonial, suka menulis hal berbau sejarah, dan suka di demo 2 ekor kucing. Blog pribadi www.nickenblackcat.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Difabel Mandiri Melalui Temu Inklusi 2018

28 Oktober 2018   21:58 Diperbarui: 28 Oktober 2018   22:21 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu peserta temu inklusi 2018. dokpri

Mendung bukan berarti hujan, begitu pula dengan mendung yang menghiasi langit kota gudeg. Hujan dini hari tadi masih menyisakan hawa sejuk di salah satu jalan penghubung kabupaten Gunung Kidul dengan kota Yogyakarta. Aktifitas penduduk sudah mulai mengeliat, terlihat dari arus menuju kota yang mulai ramai. Sementara itu, arus menuju kabupaten Gunung Kidul tidak seramai arus menuju kota. Mobil mulai melaju menapaki sebuah bukit yang dikenal dengan nama bukit Pathuk. Jalan berkelok yang tidak terlalu padat membuat mobil dengan mudahnya melewati bukit untuk melanjutkan perjalanan menuju desa Plembutan, kecamatan Playen, kabupaten Gunung Kidul. 

Sesampainya di balai desa Plembutan, tidak ada mendung yang menggelayut di langit. Malah sebaliknya, sang surya memancarkan sinarnya dengan gembira. Jalanan menuju balai desa dihiasi oleh spanduk Temu Inklusi #3 dan raut wajah gembira terlihat di berbagai sudut balai desa Plembutan. Pada tanggal 24 oktober 2018, saya berkesempatan mengikuti acara Temu Inklusi 2018 yang diadakan di desa Plembutan, Playen, Gunung Kidul. Temu inklusi 2018 mengusung tema menuju Indonesia inklusi 2030 melalui inovasi kolaboratif. Acara ini diadakan sejak tanggal 22 Oktober 2018 dan akan berakhir pada tanggal 25 Oktober 2018. Temu inklusi merupakan event 2 tahunan yang diinisiasi oleh SIGAB, tujuannya adalah sebagai wadah para difabel berkolaborasi dan bertukar pikiran untuk Indonesia yang inklusif. 

Difabel atau dikenal juga dengan istilah penyandang disabilitas menurut UU no 19 tahun 2011 penyandang disabilitas adalah mereka yang memilki kerusakan fisik, mental, intelektual atau sensorik jangka panjang yang dalam berinteraksi sebagai masayarakat memiliki berbagai hambatan. Bertemu dan berinteraksi dengan difabel merupakan sebuah pengalaman berharga. Namun untuk berinteraksi dengan difabel, kita harus mengetahui beberapa karakteristik difabel tersebut agar tidak miskom alias miss communication. 

diskusi mengenai agama, budaya dan difabel. dokpri
diskusi mengenai agama, budaya dan difabel. dokpri
Dalam temu inklusi 2018, ada beberapa acara diskusi yang memiliki tema berbeda. Saya berkesempatan mengikuti acara diskusi bertema agama, budaya dan difabel yang dipandu oleh seorang difabel daksa bernama Cak Fu. Diskusi kali ini menghadirkan KH Imam Azis dari PBNU dan Herman Sinung Jautama, seorang pemerhati sejarah yang juga menulis mengenai difabel. Menurut Herman Sinung Jautama, difabel pada masa kerajaan Mataram islam berperan sebagai bregodo Palawija yang berarti merupakan barikade khusus yang sangat disayangi oleh raja. Bahkan raja Amangkurat Jawi juga sebenarnya adalah seorang difabel yang sangat berani melawan penjajah. Sementara itu dalam dunia pewayangan terdapat punakawan yang memiliki raga berbeda, tetapi mereka memiliki kecerdasan tinggi misalnya dalam pewayangan yang berjudul "Petruk dadi Ratu". 

Nah bila dilihat dari sudut pandang agama, KH Imam Azis mengemukakan bahwa para difabel punya kewajiban dan hak yang sama dengan para muslim lainnya. Seperti untuk menunaikan ibadah di dalam masjid, difabel seharusnya bisa menunaikan ibadah tanpa hambatan. Tetapi pada kenyataanya belum banyak masjid yang ramah terhadap difabel. Oleh karena itu sosialisasi mengenai hal ini harus digalakkan kepada para pengurus masjid agar difabel mendapatkan haknya untuk beribadah di masjid. 

Diskusi yang berlangsung sekitar 2 jam ini berhasil membuat saya berdecak kagum. Cak Fu memandu acara sampai selesai secara profesional, dan peserta difabel juga antusias dengan cara aktif bertanya kepada narasumber. Selain Cak Fu, ada juga bu Kuni yang ikut melayani peserta diskusi pada saat presensi di meja registrasi tanpa hambatan apapun. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa difabel bisa melakukan sebuah pekerjaan secara profesional walaupun mereka memiliki keterbatasan. 

salah satu stand batik difabel. dokpri
salah satu stand batik difabel. dokpri
Setelah kembali ke balai desa Plembutan, saya berkesempatan untuk mengunjungi stand yang ada di sekeliling panggung utama. Berbagai stand kerajinan juga menunjukkan hasil karya para difabel seperti stand batik dan stand kopi. Nah di stand kopi yang bernama staracoffe itu saya bertemu dengan seorang barista inklusif bernama Eko Sugeng. Dengan segala keterbatasan yang dia miliki, ternyata Eko Sugeng dibantu dengan kawan-kawannya mampu meracik kopi nusantara secara profesional. Tim staracoffe sendiri merupakan hasil dari pendampingan yang dilakukan oleh salah satu mitra Program Peduli, yaitu Pusat Rehabilitasi YAKKUM (Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum). 

Para difabel dengan segala keterbatasannya bisa tetap berkarya, oleh karena itu stigma-stigma negatif tentang difabel di masyarakat harus segera dihilangkan demi mewujudkan Indonesia Inklusi #IDinklusi. Para difabel merupakan bagian dari masyarakat kita yang tidak dapat dipisahkan.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun