Mohon tunggu...
Dinda Sastra
Dinda Sastra Mohon Tunggu... Penulis - cewek kuat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dinilai Tepat, DO Hakim Mulyono dalam Kasus Asabri Jadi Catatan bagi Pengadilan Banding

6 Januari 2022   15:17 Diperbarui: 6 Januari 2022   15:17 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengadilan Asabri tengah memasuki babak baru dengan adanya dissenting opinion (DO) dari salah satu majelis hakim. Berbeda dari tuntutan Kejaksaan yang menuai kontroversi hingga kecaman para pakar hukum, DO hakim Mulyono justru menuai dukungan dan apresiasi. Setelah Prof Mudzakkir, pakar dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, kini giliran guru besar Universitas Airlangga (UNAIR) yang bersuara.

Menurut Nur Basuki Minarno, Guru Besar Hukum Pidana UNAIR, dissenting opinion (DO) yang dilakukan anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus Asabri sudah tepat dari segi aturan maupun undang-undang (UU). Ini lantaran tidak ditemukannya kerugian negara secara pasti dalam kasus korupsi Asabri. Perhitungan berdasarkan potensial kerugian ujungnya akan membebani terpidana.

Nur Basuki menjelaskan bahwa frasa 'dapat' dalam kalimat '....dapat merugikan keuangan negara' dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor telah dinyatakan tidak berlaku oleh MK sehingga kerugian negara haruslah riil, nyata dan pasti. Tidak boleh memasukkan potensial keruagian. Sebelumnya Hakim Mulyono memberikan dissenting opinion karena menilai penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus Asabri oleh BPK tidak konsisten.

Hakim Mulyono mengungkap bahwa BPK mendasarkan perhitungan pada pembelian dana investasi oleh Asabri yang tidka sesuai prosedur dan di lain pihak, BPK tetap menggunakan pengembalian efek yang diterima dari reksadana yang dibeli secara tidak sah dalam perhitungannya. Artinya audit BPK yang jadi landasan Kejaksaan tersebut menggunakan 2 parameter yang berbeda.

Nur Basuki Kembali menegaskan kalau kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi harus nyata untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada terpidana. Karena nantinya terpida ini yang harus menanggung beban kerugian keuangan negara tersebut untuk dikembalikan dalam bentuk ganti rugi. Dengan kritis dirinya memberi contoh jika kerugian yang nyata adanya 5 milyar, jangan sampai menyuruh ganti rugi hingga 5 triliun karena acuan dari potensial kerugian tadi.

Dosen UNAIR ini menambahkan bahwa dissenting opinion Hakim Mulyono penting sebagai catatan bagi pengadilan di atasanya, yaitu pengadilan banding dan pengadilan kasasi. Banding sendiri memiliki pengertian sebagai salah satu upaya hukum yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.

Nantinya para pihak yang keberatan dengan putusan isi putusan Pengadilan Negeri bisa mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan. Sesuai dengan azasnya, dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan karena belum mempunyai kekuatan hukum yang tepat, kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.

Pasal yang mengatur banding adalah pasal 188 hingga 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura). Lalu berdasarkan pasal 3 Jo Pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-Undang Darurat No. 1/1951), sedang pasal 188 s.d 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura. Mengenai keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan pengadilan yang berbentu Putusan bukan penetapan, karena terhdapa penetapan upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.

Kita harap keadilan dalam kasus Asabri bisa ditegakkan sebaik mungkin. Jangan sampai salah hitung seperti potensial kerugian dijadikan dasar hitungan menjatuhkan hukuman pada seseorang. Lagipula kasus pasar modal yang awalnya perdata kenapa keburu ditarik ke arah pidana, tanpa memahami arti jual beli saham sesungguhnya. Jangankan pakar hukum, orang awam saja bisa menilai kejanggalan kasus ini lantaran pengetahuan dasar mengenai sifat saham yang berubah-ubah.

Makanya tak heran jika ada berita kenaikan gila-gilaan saham Jiwasraya dan Asabri ditengah persidangan kasus ini. Andai saja perhitungan dilakukan saat sahamnya naik, bukan tak mungkin kalau yang didapat justru keuntungan atau minimal tidak ditemukan kerugian. Sebagai direksi perusahaan asuransi juga wajar jika menaruh uang ke pasar modal, ini lantaran adanya kekhawatiran akan inflasi jika uangnya tak diinvestasikan.

Semoga saja dengan adanya dissenting opinion sebagai modal pengajuan banding atau kasasi, terpidana yang tak terbukti melakukan pelanggaran bisa diberi keringanan hukuman. Kalau perlu hakim lainnya ikut mendukung dissenting opinion yang jujur ini ketimbang memaksakan vonis pada mereka yang tak bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun