Mohon tunggu...
Nihayatu Saadah
Nihayatu Saadah Mohon Tunggu... Penulis - A life-long learner

Trying to be active in Kompasiana^^ [IG:fforcess]

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perlukah Resign Saat Sedang Merencanakan Program Hamil?

21 Januari 2022   09:28 Diperbarui: 22 Januari 2022   15:34 3433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi program hamil (Shutterstock/Natali _ Mis) 

Ribet sekali. Kita yang hidup di tengah-tengah orang banyak, mungkin orang yang peduli atau sekedar basa-basi, alur mainnya tetap sama. Harus tetap siap menyiapkan jawaban atas keputusan RESIGN.

"Iya, memang berat keputusan resign ini  aku ambil. Tapi ini sudah menjadi keputusanku dan suami. Dokter juga lebih menyarankannya begitu untuk menyukseskan program ini. Beban pekerjaan yang berat menurut dokter termasuk menjadi salah satu factor yang menghambat hamil. Jadi untuk saat ini keputusan sudah bulat aku ambil untuk berhenti dari aktivitas yang berat dan fokus ke promil," katanya dengan penuh keyakinan.

---

Orang lain tidak pernah bisa menjadi pemeran utama dalam hidup kita. Kita adalah pemeran utama dalam hidup kita sendiri. Kita lebih tahu apa yang terbaik untuk diri sendiri. 

Sedangkan orang lain hadir, di samping menjadi sosok yang kita butuhkan dalam kehidupan, terkadang orang lain juga TIDAK JARANG menjadi perusak fondasi rencana yang telah terbangun dari kerja keras kita selama ini. Orang lain itu bisa jadi kawan atau musuh!

Berbicara tentang pekerjaan, kita yang telah berusia dewasa kini pasti sepakat bahwa bekerja adalah elemen penting kehidupan. 

Anak kecil saja tahu dan sudah tidak sabar untuk tumbuh dewasa karena ingin segera memiliki uang yang banyak. 

Kalau ingin memiliki uang banyak, ya harus kerja, kan ya? Bisnis juga bekerja. Artinya kita tidak berdiam diri untuk meraih kesejahteraan hidup ini. 

Namun, hal ini terkadang dipandang remeh oleh orang lain. Orang lain tidak pernah tahu apa yang sebenarnya kita rasakan, dan di sisi lain, keadaan begitu sulit untuk mengutarakan yang sesungguhnya.

Cerita ini bukan pengalaman pribadi, tapi tulisan yang berusaha memahami keputusan berat yang harus diambil oleh orang yang cukup saya pedulikan. 

Saya hanya berusaha untuk menempatkan diri saja, seandainya saya berada dalam posisi yang berat itu bagaimana? Berat. Menurutnya juga berat. Tapi kalau ada pilihan untuk tetap mempertahankan pekerjaan, maka itulah yang ingin lebih dipertahankannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun