Di hari menjelang lebaran seperti sekarang ini, banyak orang mengakumulasikan uangnya untuk berbelanja keperluan lebaran. Juga mereka yang mendapat Tunjangan Hari Raya diluar penghasilan, yang biasanya gaji hanya cukup untuk makan saja. Saya setuju bahwa, tidak semua orang punya momen yang sama, dan mudah membeli sesuatu kapanpun itu.Â
Sebagian orang ada membelanjakannya di marketplace, untuk kepraktisan dan bisa menjadi opsi cara berhemat. Disaat akhir bulan dinilai banyak keperluan, berburu potongan harga dan program gratis ongkos kirim adalah cara jitu mengorganisasikan keuangan. Karena biasanya, toko online pakaian, makanan, dan semua keperluan Ramadan, serta Idul Fitri mengadakan promo selama mendekati hari lebaran.
Metode ini memang dianggap lebih hemat dan praktis, apalagi kalau libur kerja yang mepet waktu lebaran. Atau bahkan ibu-ibu yang sudah mulai sibuk bersih-bersih rumah dan membuat kue menjelang lebaran. Tren belanja dengan hanya klik di gawai, dan tinggal menunggu barangnya datang ke rumah, sangat banyak diminati.Â
Tapi, banyak yang tidak sadar bahwa dibalik cara praktis yang kita gunakan, ada orang yang sekarang sedang berjuang mengirimkan paket yang kita pesan. Selama kita mempersiapkan lebaran ini, orang-orang yang terlibat di jasa ekspedisi sering kita lupakan. Ada petugas lapangan dan penginput data yang sekarang tengah lelah menyelesaikan pesanan kita, semua bekerja keras untuk mempersembahkan hasil terbaik untuk kita sebagai konsumen.Â
Mereka bekerja keras agar paket berisi baju ngetren, kue kaleng promo impian, sandal diskonan, sampai pernak-pernik THR bocil hingga parsel untuk kerabat kita, bisa sampai sebelum Idul Fitri. Mereka mengerjakan itu semua demi kepuasan konsumen, dan demi menjaga rating serta nama baiknya di aplikasi. Mereka yang kelelahan ada yang menceritakannya pada keluarga saya, ia berpenampilan sekenanya, menggunakan helm dan masker, juga berwajah lelah namun berusaha ditutupinya dengan senyuman kala itu.Â
Menurutnya, dalam satu hari ia bisa bekerja sampai tiga putaran dalam satu rute. Artinya, dalam satu daerah yang ia pegang, terdapat ratusan orang yang memiliki pesanan yang harus diantar secara bersamaan. Saya lihat satu kali antaran itu, ada yang membawa dua karung paket yang berisi ratusan benda yang harus disampaikan kepada pemilik paket dalam waktu secepat-cepatnya.Â
Tujuannya adalah, sesegera mungkin menyampaikannya kepada konsumen agar tidak mencapai jam lembur, karena mereka juga perlu beristirahat. Secara dalam sehari, mereka bisa mengirim sampai tiga putaran, berarti sejauh itu juga dikali tiga ia menempuh jarak dari pusat ekspedisi menuju ke rumah warga. Sedangkan, ukuran jarak rumah warga di desa, waktunya tidak selalu sama dan tidak dapat diprediksi.Â
Ditengah pekerjaannya yang padat sambil  menjalani ibadah puasa, ada saja tantangan dan ujian yang mereka lewati. Salah satunya, di daerah saya pernah terjadi kasus yang kurang menyenangkan, dimana saat seorang kurir dikejar waktu karena banyak pesanan yang mesti diantar, ia tiba-tiba dihadapkan dengan konsumen yang membentak dan komplain terhadap dirinya. Bayangkan saja, saat puasa mereka mengerjakan pekerjaan ini demi kita yang tinggal duduk santai dan menerima paket yang kita tunggu dengan ongkos yang tak seberapa.Â
Mereka banyak dibentak, dikata-katai, dan harus banyak bertanggung jawab atas isi paket yang bisa saja tak sesuai ekspektasi konsumen. Kita selalu antusias saat menunggu sesuatu, tapi bukan berarti kita bisa seenaknya terhadap petugas pengantar barang. Mereka hanya pengantar barang yang meneruskan tugas dari ekspedisi pusat, ke rumah kita.
Perjuangan mereka untuk sampai ke rumah kita juga sangat berharga, alangkah baiknya kita yang harus bijak dan tidak harus membuat mereka terburu-buru. Setidaknya, selagi masa pengirimannya masih dalam waktu yang bisa ditoleransi, kita tidak pantas untuk banyak menyalahkan mereka. Jika kita tidak bisa mengapresiasi mereka dengan melebihkan uang, setidaknya kita bisa menjadi konsumen yang sabar.Â