Belakangan ini, banyak dari kita mungkin sering mendengar tentang rencana "Makan Bergizi Gratis" dari pemerintah. Program ini terdengar luar biasa, karena anak-anak sekolah akan mendapat makanan sehat dan bergizi tanpa dipungut biaya. Kalau cuma lihat dari niatnya, siapa yang bisa menolak? Semua orang pasti ingin anak-anak Indonesia tumbuh kuat, cerdas, dan bebas dari stunting. Tapi masalahnya, rencana ini masih penuh tanda tanya.
Pertanyaan terbesar datang dari sumber anggaran. Kabarnya, program ini butuh dana ratusan triliun rupiah per tahun. Itu angka yang fantastis, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum benar-benar pulih. Banyak orang bertanya-tanya, apakah pemerintah sudah benar-benar siap membiayai program ini tanpa mengorbankan anggaran penting lainnya seperti pendidikan, kesehatan, atau subsidi?
Lebih dari itu, belum ada penjelasan rinci tentang bagaimana program ini akan dijalankan. Siapa yang akan memasak makanannya? Apakah sekolah-sekolah di pelosok sudah punya dapur layak dan tenaga kerja yang cukup? Bagaimana pengawasannya supaya tidak ada makanan basi atau tidak higienis? Jangan sampai niat baik ini malah berujung pada proyek asal-asalan hanya demi pencitraan.
Kita juga tidak bisa menutup mata pada sejarah program sosial sebelumnya. Beberapa program bantuan yang berniat mulia ternyata gagal karena salah sasaran, korupsi, atau pelaksanaan yang amburadul. Kalau program makan gratis ini tidak disiapkan dengan serius, rakyat yang akan kecewa lagi. Padahal kepercayaan rakyat itu mahal harganya, jika hilang sulit untuk dikembalikan.
Kalau memang ingin program ini berhasil, mulailah dari wilayah yang benar-benar membutuhkan. Fokus dulu ke daerah-daerah dengan tingkat stunting tinggi. Libatkan UMKM lokal agar bisa sekalian menggerakkan roda ekonomi. Pastikan makanan yang diberikan memang benar-benar bergizi, bukan sekadar mengenyangkan. Dan yang paling penting: transparansi. Publik harus tahu ke mana aliran uangnya, siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana pengawasannya.
Jangan lupa juga untuk melibatkan masyarakat. Kepala sekolah, orang tua, tenaga kesehatan, bahkan siswa itu sendiri bisa ikut memantau dan memberi masukan. Kalau program ini dibangun bersama-sama, peluang suksesnya jauh lebih besar.
Makan gratis bukan cuma soal perut kenyang. Ini soal masa depan anak bangsa. Jangan sampai program ini cuma jadi bahan kampanye dan janji kosong. Kita butuh bukti nyata, bukan sekadar narasi indah di media sosial. Karena generasi emas tidak lahir dari politik pencitraan, tapi dari kebijakan yang berpihak pada rakyat secara nyata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI