Mohon tunggu...
Agnia Melianasari
Agnia Melianasari Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia pembelajar

-Writer -Speaker -Voice Over -MC, Moderator -Young Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Daerah Salem dan Mitos di Balik Keindahan Wisata Alamnya

12 April 2021   02:36 Diperbarui: 12 April 2021   02:40 1817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabupaten Brebes dikenal dengan sebutan kota bawang dan telur asin. Selain kaya akan hasil bumi, sebagai kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah setelah Cilacap, Brebes juga memiliki banyak potensi wisata alam yang begitu memesona. Berbagai corak kreativitas dari masyarakat tertuang pada setiap destinasi wisata sehingga memberikan warna tersendiri. 

Dari cagar alam, air terjun, bukit, perkebunan, waduk, hingga pantai yang menawan. Beberapa destinasi wisata yang paling dikenal diantaranya adalah; Argowisata Kebun Teh Kaligua yang berlokasi di daerah Pandansari, Kecamatan Paguyangan; Bukit AADT (Ada Apa Dengan Tukung) di Batusari, Kecamatan Sirampog; Waduk Penjalin di kecamatan Paguyangan; dan Taman Mangrove (Pandansari, Kaliwlingi, Brebes). Selain di beberapa daerah tersebut, ada satu kecamatan yang terbilang unik yang juga memiliki destinasi wisata alam yang tak kalah indah dan menarik untuk dikunjungi. Tidak lain, daerah ini adalah Kecamatan Salem.

Terlepas dari keindahan tempat wisatanya, kecamatan Salem terbilang dan dikenal sebagai daerah yang unik jika dilihat dari segi budaya masyarakat serta letak geografisnya. Dimana Salem merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Brebes yang terletak di wilayah bagian Selatan sebelah Barat. Letaknya berdekatan dengan perbatasan Jawa Barat dan berbatasan langsung dengan kabupaten Cilacap, tepatnya kecamatan Majenang. 

Dari 17 kecamatan yang terdapat di kabupaten Brebes, yang dimana masyarakat pada umumnya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa ngapak, beberapa diantaranya justru menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Namun, bahasa sunda yang digunakan oleh masyarakat Salem juga terdapat perpaduan dengan bahasa jawa. Bisa dikatakan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda dengan dialek ngapak.

Nah, selain dari segi bahasa, budaya serta adat istiadat sunda maupun jawa juga masih terawat dengan baik oleh masyarakat Salem. Begitupun dengan berbagai mitos yang masih dipercayai oleh masyarakat di kecamatan Salem, salah satunya adalah mitos tentang tempat wisata, khususnya wisata alam. Mengingat daerah Salem adalah sebuah daerah dimana tak sedikit masyarakatnya masih memegang erat budaya dan adat istiadat leluhur, banyak sekali mitos-mitos yang masih berkembang dan dipercayai oleh masyarakat setempat. Termasuk mitos tentang adanya 'tumbal'. 

Seperti yang kita ketahui, secara kasar tumbal adalah sesuatu (hewan) atau seseorang yang diserahkan sebagai korban untuk memenuhi suatu keinginan tertentu (dari makhuk halus). Dimana ketika ingin membuka tempat baru, terutama pada saat ingin membuka destinasi wisata alam, ada saja kejadian mistis ataupun korban yang meninggal di tempat tersebut yang menjadi tumbal. 

Seolah tumbal itu menjadi syarat agar makhluk yang mendiami tempat tersebut memberikan izin kepada manusia dimana wilayah kekuasaan atau kediamannya akan menjadi ramai karena dibuka untuk umum. Karena mayoritas potensi alam yang bisa dijadikan tempat wisata di daerah Salem adalah cagar alam dan curug (air terjun) yang masih asri. Tempatnya pun terletak di sekitar lingkungan pemukiman, persawahan, serta perkebunan milik warga.

Masyarakat percaya bahwa ketika akan membuka dan memberdayakan lahan yang tertutup menjadi sebuah destinasi yang dibuka untuk umum,  pastilah harus ada tumbal terlebih dahulu sebagai salah satu syaratnya. Itulah mengapa sebagian besar masyarakat Salem sendiri masih percaya bahwa ketika tempat wisata (khususnya wisata alam) baru dibuka untuk umum, pastilah akan ada yang menjadi korban (tumbal) terlebih dahulu. Sehingga tak banyak masyarakat Salem yang berani mengunjungi destinasi wisata yang relatif masih baru.

Mitos ini pernah terjadi pada salah satu destinasi wisata alam, yaitu "Ranto Canyon" pada tahun 2016 lalu. Ranto Canyon adalah sebuah destinasi wisata alam dimana para wisatawan bisa menikmati keindahan air terjun dan serunya arung jeram. Namun, tak lama setelah wisata ini diresmikan dan dibuka untuk umum, Ranto Canyon pun memakan korban yang menewaskan seorang remaja putri berusia 21 tahun yang berasal dari kecamatan Larangan, Brebes. Ia hanyut terbawa derasnya arus saat sedang menyusuri sungai dengan dipandu oleh empat pemandu wisata. 

Pada saat itu debit air sungai bebatuan tiba-tiba naik hingga akhirnya remaja yang diketahui bernama Darlina itupun terlepas  dari tambang pengaman dan tidak terselamatkan. Dari kejadian tersebut, masyarakat percaya bahwa korban meninggal tersebut adalah sebagai tumbal. Setelah kejadian tersebut, akhirnya Ranto Canyon pun ditutup karena ditakutkan akan memakan korban kembali. Masyarakat setempat lebih peduli dan mengkhawatirkan keselamatan wisatawan demi kemaslahatan bersama.

Nah, baru-baru ini juga muncul destinasi wisata alam yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Salem, khusunya para remaja yang sengaja ingin bertualang menyusuri sungai dan berenang di sekitar air terjun. Tempat ini adalah Curug Salpi (Air Terjun Salpi) yang berlokasi di desa Kadumanis. Dari pusat kota Salem, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit dengan menggunakan motor atau mobil. Setelah sampai di desa Kadumanis, pengunjung bisa berhenti di daerah sungai Cigorek. Dari sungai Cigorek, pengunjung harus berajalan kaki sekitar satu kilometer menyusuri hutan dan sungai yang masih asri. Pengunjung harus ekstra berhati-hati karena memang tempat ini belum dibuka untuk umum. Jadi, akses menuju air terjun pun masih curam dan cukup berbahaya.

Curug Salpi, Kadumanis/dokpri
Curug Salpi, Kadumanis/dokpri

"Sebenarnya, tempat ini sangat berpotensi untuk dijadikan destinasi wisata. Namun, masyarakat Kadumanis sendiri masih takut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Takut terjadi bencana dan takut jika nantinya sampai memakan korban."  Kata pak Rudi,  ketua RT 03 desa Kadumanis.

 Curug Salpi sendiri merupakan air terjun yang berada pada undakan (tingkat) kedua. Dimana di jalur sungai ini terdapat beberapa air terjun, yaitu Curug Gintung, Curug Salpi, Curug Pabeasan, dan Curug Munding. Namun, yang paling terkenal dan sering dikunjungi adalah Curug Salpi. Karena memang tempatnya tidak terlalu ekstrim untuk berenang, juga nyaman jika pengunjung ingin sekadar bersantai di area bebatuan yang ada di pinggiran air terjun untuk menikmati keindahannya.

Curug Pabeasan, Kadumanis/dokpri
Curug Pabeasan, Kadumanis/dokpri

Terkait asal-usul nama Curug Salpi juga masih menjadi misteri. "Konon katanya, mitosnya dahulu pernah ada yang berenang di sekitar curug ini, tapi tiba-tiba Ia terseret oleh pusaran air yang sampai saat ini jasadnya tidak muncul kembali ke permukaan. Korban tersebut bernama Salpi. Jadilah masyarakat setempat sampai saat ini menyebutnya dengan Curug Salpi." Tutur pak Daskam, salah satu warga Kadumanis.

Menurut bu Turkini, pemilik warung yang berada di daerah Cigorek, Curug Salpi mulai ramai dikunjungi sejak tiga tahun terakhir. Namun puncaknya ialah pada tahun 2020, bersamaan dengan adanya pandemi covid-19.

"Sekitar akhir tahun 2020 warga disini mewanti-wanti dan menganjurkan agar orang-orang tidak dulu berkunjung kesini. Karena kan lagi masa pandemi, kami khawatir akan banyaknya orang yang datang dari luar. Meskipun sampai saat ini masih ada saja (beberapa orang) yang datang tiap harinya. Kebanyakan sih remaja tanggung, laki-laki. Kadang ada perempuannya juga. Saat mereka mampir ke warung, saya hanya mengingatkan untuk berhati-hati dan yang terpenting 'jangan macem-macem'. Itu mungkin salah satu pantangannya." Jelas bu Turkini.

"Itulah mengapa sampai saat ini, Curug Salpi masih belum disuarakan untuk kemudian dijadikan tempat wisata yang dibuka untuk umum. Masyarakat disini masih 'tertutup', masih takut dan percaya aka mitos-mitos tersebut. Padahal, jika kita berpikir terbuka, jika sumber daya alam ini dikembangkan, Insyaa Allah nantinya masyarakat Salem, Kadumanis khusunya akan mendapatkan keuntungan tersendiri" Ungkap pak Tarto, warga Kadumanis.

Narasumber: Pak Daskam, Pak Rudi, Pak Tarto, dan Bu Turkini/dokpri
Narasumber: Pak Daskam, Pak Rudi, Pak Tarto, dan Bu Turkini/dokpri

Karena mitos memanglah suatu hal yang mistis (sulit dibuktikan) jika hanya berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, jadi warga setempat lebih baik 'cari aman'. Meskipun di era yang sudah modern ini pemikiran seperti itu sudah mulai terkikis, dimana sebenarnya jika masyarakat Salem (Kadumanis khususnya) mau 'terbuka' dan berpikir lebih positif, tidak menutup kemungkinan bahwa potensi alam yang ada akan membawa keuntungan (sumber penghasilan) serta kemakmuran bagi masyarakat setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun