Mohon tunggu...
Agnia Melianasari
Agnia Melianasari Mohon Tunggu... Lainnya - Manusia pembelajar

-Writer -Speaker -Voice Over -MC, Moderator -Young Entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kisah Si Anak Bawang

2 Maret 2021   15:03 Diperbarui: 2 Maret 2021   15:13 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Setiap orang memiliki cerita hidupnya masing-masing. Harapan, cita-cita, pilihan, juga jalannya masing-masing. Ada orang yang terlahir dalam keadaan serba kecukupan, tidak melewati banyak kepahitan, hingga dengan mudah meraih kesuksesan. 

Tak sedikit juga orang yang terlahir sederhana, hidup melalui banyak rintangan serta menelan banyak empedu kehidupan dalam prosesnya menuju sukses. Tak ada yang bisa dikatakan beruntung. Semua sudah ada porsinya masing-masing. Setiap langkah kita adalah pembelajaran. Karena hidup adalah sebuah perjalanan.

Kita tidak bisa menghakimi bahwa si kaya adalah angkuh serta tak memiliki nilai perjuangan dalam hidupnya. Kita juga tak bisa menilai bahwa orang yang berada di bawah adalah orang-orang kecil yang tak berpotensi untuk memajukan kehidupannya. 

Setiap orang bisa belajar serta berbagi pengalaman satu sama lain. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa sekecil apapun pengalaman hidup yang kita punya, bisa menjadi inspirasi bahkan motivasi yang luar biasa bagi orang lain. Itulah salah satu alasan mengapa kita harus selalu berbagi. Terutama berbagi cerita dalam kehidupan ini. Untuk itu, kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan hidup saya sampai saat ini.

Agnia Melianasari, itulah nama yang diberikan oleh orang tua saya.  Nama “Agnia” diambil dari bahasa Arab  yang mempunyai arti kaya. Mungkin itulah sekelumit harapan dari orang tua saya, agar kelak saya menjadi orang yang kaya. Tak hanya kaya akan harta, tapi kaya ilmu dan kaya hati.

Saya dilahirkan di Brebes,  tepatnya di desa Banjaran, kecamatan  Salem pada tanggal 1 Mei 2002 di tengah keluarga sederhana. Ya,  seingat saya, sedari kecil saya memang hidup sederhana dengan kata "cukup". Meski tidak mempunyai rumah mewah, apalagi kekayaan yang melimpah, Alhamdulillah saya tetap bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah. Karena keluarga adalah harta yang paling berharga.

Teringat, kala itu saya masih kecil, mungkin saat itu umur saya masih dibawah lima tahun. Saya sering berkunjung ke rumah nenek saya yang berada di kampung sebelah. Saat itu bapak saya juga belum mempunyai motor. Sehingga kami terbiasa berjalan kaki jika bepergian. 

Pernah saat itu, saya berjalan berdua bersama bapak melewati persawahan yang masih sangat asri. Tak jauh dari situ, berjejer rumah para warga yang beberapa diantaranya sudah ada rumah yang "bergedong", yang halamannya luas, dan terkesan mewah dengan pagar dari teralis besi. 

Dengan polosnya, saya berkata pada bapak, "Pak, bagus ya rumahnya, sudah pakai batu bata". Bapak saya tersenyum, kemudian menjawab, "Iya bagus, mau juga ya?  Sebentar lagi pasti rumah kita juga akan seperti itu, tidak akan pakai bilik lagi." Begitu kira-kira jawaban bapak yang membuatku tersenyum bahagia. Ya, meski saat itu saya belum tahu pasti, kapan rumah kami akan direnovasi. Masa kecil memang menyenangkan. Kita bisa merasakan kebahagiaan dengan hal-hal yang sederhana. Ya, kedekatan bersama bapak misalnya.

TK Handayani Banjaran, disitulah pertama kali saya mengenyam pendidikan formal. Samar-samar saya masih ingat sebagian kepingan memori kala itu. Seorang gadis kecil dengan potongan rambut laki-laki. Aktif, periang, kadang bersikap jail kepada teman-temannya. Waktu itu saya kurang ingat betul, apakah rumah saya sudah "gedong" atau belum. Yang pasti, saat itu bapak saya sudah berprofesi sebagai pedagang. Ya,  pedagang es krim keliling. 

Saat itu bapak belum berdagang menggunakan motor. Masih berjalan, mendorong gerobak dan berkeliling kampung.
Dari sebelum shubuh, ibu dan bapak saya sudah bangun untuk menyiapkan segala keperluan dagangan. Ya, bapak saya membuat es krim sendiri. Terkadang saya juga ikut terbangun pagi-pagi. Lalu mengamati orang tua saya yang sedang sibuk menyiapkan dagangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun