Mohon tunggu...
Siti Kurniati
Siti Kurniati Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

menulis, merupakan generasi qurani

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Sedi

29 Mei 2018   08:15 Diperbarui: 29 Mei 2018   10:00 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sedi termenung di bangkunya saat guru Bahasa Indonesia menugaskan untuk menulis cerita sejarah pribadi. 

"Hmmm ... menulis cerita sejarah pribadi? Berarti aku harus menulis cerita sejarah yang itu _donk_! Waaahhh ... aku malu. Tapi cerita itu yang buatku tak akan pernah lupa, sampai kapan pun! Ihhh ... tugas kok kayak gini ya!" Sedi menggerutu sendiri sementara wajahnya merengut. Manyun. Menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

Lalu, dia keluar dari bangkunya menghampiri Bu Thea, guru Bahasa Indonesia yang baik dan tegas. 

"Bu, ceritanya harus yang ada unsur sejarahnya yah? Kalau cerita fiksi boleh?" tanya Sedi pada gurunya.

Bu Thea tersenyum. "Sed, kan materi intinya tentang cerita yang mengandung unsur sejarah. Seperti yang sudah Ibu contohkan tadi. Tentang sejarah berdirinya negara-negara ASEAN,  sejarah diproklamasikannya kemerdekaan negara kita, siapa saja tokoh-tokohnya yang telah berjasa pada peristiwa itu yang sampai hari ini perjuangan dan sepak terjangnya masih diingat, dirayakan, dan dikenang. _Kan_ kamu jadi tahu peristiwa penting yang ada di negara kita maupun dunia.

Nah sekarang, kamu belajar menulis cerita sejarah pribadi yang dapat membuatmu menghargai,  menghormati, mengasihi serta membuatmu tak pernah melupakan peristiwa yang sudah terjadi yang pernah kamu alami, ya!" panjang lebar Bu Thea menjelaskan kembali tugas itu.

"Jadi, harus, Bu?" nadanya agak ketus. Bu Thea hanya tersenyum mendengar nada ketus salah seorang siswa pendiam itu.

Sedi kembali ke bangkunya dengan perasaan galau. "Ahhh ...," lirihnya lesu. Matanya menerawang.  Kepalanya disandarkan ke kursi. Diam. Sementara Rizky, teman sebangkunya hanya sesekali melirik sahabatnya itu. Enggan bertanya. Hening.

***

Di bangkunya, Sedi mencoba mengingat kembali peristiwa itu. Peristiwa yang membuat dirinya selalu menitikkan air mata. "Ibu, sedang apa ya di sana. Sehatkah? Ingat aku nggak ya," bisiknya dalam hati.

Sedi meraih buku tugas Bahasa Indonesia.  Membukanya. Menutupnya. Membukanya lagi. Pulpen dimainkan jemari tangannya menyerupai orang yang sedang meliuk-liukkan stik drum. Diam. Tatapan matanya sendu. Dibukanya kembali buku tugas itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun