Kota Banjar -- Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dicanangkan pemerintah tidak hanya menyentuh sekolah formal, tetapi juga lembaga pendidikan non-formal seperti kelompok bermain, TPA, sanggar, hingga rumah baca. Di ruang-ruang belajar sederhana itulah literasi ditanamkan sejak dini sebagai fondasi keterampilan akademik, sosial, emosional, sekaligus karakter anak.
Hal ini tercermin dari praktik di SPS Cendrawasih 2 Kota Banjar, sebagaimana diungkapkan Yuyun (53), seorang pendidik PAUD non-formal. Ia memaknai GLS sebagai upaya sistematis dan terencana untuk menumbuhkan kebiasaan literasi sejak usia dini. Literasi, menurutnya, bukan sekadar membaca dan menulis, tetapi juga meliputi kemampuan memahami, mengolah, dan mengekspresikan informasi dalam berbagai bentuk, baik verbal, visual, maupun simbolik.
Literasi dalam Kegiatan Harian Anak
Di SPS Cendrawasih 2, GLS sudah lama menjadi bagian dari kegiatan belajar. Guru membiasakan mendongeng atau bercerita selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Kegiatan ini bukan hanya untuk menarik perhatian anak, tetapi juga menjadi media komunikasi aktif antara guru dan peserta didik. "Kami ingin anak lebih menyukai buku cerita dan tidak bergantung pada gadget di rumah," jelas Yuyun.
Selain itu, lembaga menyediakan pojok baca berisi buku cerita anak. Koleksi tersebut diperoleh dari pembelian mandiri, bantuan Dinas Pendidikan, maupun program Gernas Baku (Gerakan Nasional Membacakan Buku) pada tahun 2018.
Strategi Literasi Berbasis Bermain
Menurut Yuyun, literasi di PAUD non-formal bukanlah mata pelajaran terpisah, melainkan melekat dalam setiap aktivitas anak. "Budaya literasi kami terapkan dalam kegiatan sehari-hari---dari menyambut anak, bermain, bernyanyi, hingga saat makan dan pulang," ungkapnya.
Guru berupaya menumbuhkan literasi melalui pendekatan bermain sambil belajar, seperti memperkenalkan huruf atau kosakata melalui nyanyian, mendongeng, hingga bermain drama. Dengan cara itu, anak bukan hanya berinteraksi dengan teks, tetapi juga mengembangkan aspek sosial, emosional, dan karakter.
Kolaborasi dengan Lingkungan dan Komunitas
Meskipun statusnya non-formal, SPS Cendrawasih 2 berupaya menjalin kerja sama dengan masyarakat sekitar. Sekolah bekerja sama dengan Ruang Baca Komunitas (RBK) di Kota Banjar serta mendapat dukungan pemerintah berupa donasi buku bacaan anak. Dukungan ini memperkuat ekosistem literasi, meski fasilitas masih sederhana.
Hambatan dan Tantangan
Tidak dapat dipungkiri, ada sejumlah kendala dalam pelaksanaan GLS di lembaga non-formal. Sarana prasarana terbatas, ruang perpustakaan masih menyatu dengan kantor, dan sebagian orang tua belum memahami pentingnya membacakan buku bagi anak. "Pola pikir orang tua perlu diubah, agar mereka mau melanjutkan budaya literasi di rumah," tambah Yuyun.
Harapan dan Langkah Ke Depan
Agar GLS lebih berdampak, Yuyun menekankan perlunya peningkatan kompetensi guru, penguatan sinergi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat, serta dukungan aktif dari pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus berperan komprehensif sebagai regulator, fasilitator, advokat, kolaborator, sekaligus evaluator.