Mohon tunggu...
Ngepoin
Ngepoin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berbeda dalam Mendukung Paslon itu Tak Salah, Jangan Sampai Kita Gegabah!

14 Desember 2018   18:00 Diperbarui: 14 Desember 2018   18:09 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan Presiden 2019 nanti sudah di depan mata. Tak heran jika kampanye mulai dilaksanakan sejak 23 September 2018 lalu hingga 13 April 2019. Berbagai jenis kampanye dari dua paslon seperti pidato, kunjungan, hingga akun-akun sosial media yang bermuatan konten politik tengah gencar melakukan kampanye.

Seperti yang diketahui, pilpres mendatang ada dua pasangan calon presiden yang akan bertanding, Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno. Pilihan paslon ini akan memunculkan pilihan A/B, dalam kata lain kalau tidak A ya pasti memilih B. Inilah yang membuat perbedaan pendukung bisa diarasakan jelas menjadi dua kubu.

Perbedaan yang mengerucut ini memunculkan sebuah sentimen di masyarakat, perselisihan tersebut mudah sekali ditemui pada kolom komentar di media sosial yang bermuat politik. Para pendukung paslon ini sama-sama saling adu, jika paslon mereka lah yang dirasa tepat untuk membangun Indonesia 5 tahun kedepan. Hingga ada salah satu hashtag dari salah satu pendukung berbunyi, #2019gantipresiden.

Bentuk-bentuk perdebatan itu semakin menunjukkan perbedaan. Namun, tentu itu bukanlah sebuah masalah. Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung nilai toleransi, siapapun berhak bersuara dan menghormati setiap perbedaan pendapat. 

Seperti kutipan wawancara oleh Em Mas'ud Adnan, seorang Caleg DPRD Jawa Timur, ketika ditanya soal perpecahan di kubu NU,  "Perbedaan pendapat di NU itu hal yang lumrah, Rasulullah bahkan mengatakan jika perbedaan pendapat merupakan sebuah rahmat. Yang terpenting kan dalam memilih memiliki alasan dan tujuan," ucap Mas'ud saat ditemui di kediamannya.

Berdasarkan Badan Survey LSI Denny memang dari NU terjadi perpecahan suara. Sebagaian cenderung tertarik memilih pasangan Jokowi-Ma'ruf dan sebagian lainnya memilih pasangan Prabowo-Sandi. Dari data tersebut, ditemukan elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf lebih tinggi 22% dari lawannya.

Tapi kembali lagi, perbedaan pendapat bukanlah sebuah masalah yang akhirnya bisa memecah belah bangsa, perbedaan pendapat sudah patut di hormati dari semua elemen. Para pendukung masing-masing paslon diharapkan bisa bersikap saling menjaga, jangan sampai hanya karena moment pilpres bisa berujung pecah-belah. 

Pilpres sudah selaknya menjadi ajang pesta demokrasi, bukan ajang menunjukkan aksi-aksi berujung emosi. "Harapan saya dipilpres 2019 mendatang bisa berjalan damai, tidak ada kecurangan ataupun rasa saling intoleran terhadap perbedaan yang ada," kata Dinda Amalia, seorang mahasiswi Sistem Perkapalan ITS Surabaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun