"Investasi Pangan Dan Peternakan Dengan Teknologi Hijau adalah Tambang Emas Baru yang Strategis Sebagai Lumbung Masa Depan Bagi Kehidupan Manusia."
Di tengah hiruk-pikuk ketidakpastian krisis global, dari inflasi yang mencekik hingga perang geopolitik / perang dagang  yang terus bergejolak, publik biasanya berlindung di balik "safe haven" klasik: emas. Namun sebuah fenomena menarik terjadi. Justru para miliarder dunia mereka yang mengendalikan roda besar ekonomi, tak lagi fokus pada emas. Mereka diam-diam justru prioritas beralih ke investasi di sektor pertanian dan peternakan.
Mengapa?
Bukan karena emas tidak lagi berharga, tapi karena mereka melihat sesuatu yang lebih fundamental, lebih manusiawi, dan lebih abadi: pangan.
Pangan Bukan Sekadar Bisnis, Tapi Prioritas Kelangsungan hidup Ummat Manusia di Masa Depan.Â
Menurut laporan ANTARA News 2025, Indonesia, sebagai negara agraris, akan menghadapi krisis pangan akibat alih fungsi lahan dan lonjakan konsumsi. Ini mencerminkan kecenderungan global: kelangkaan pangan mulai terasa di banyak negara, dan nilainya meroket secara perlahan namun pasti. Di sinilah para miliarder melihat peluang besar.
Peternakan, misalnya, kini menyumbang lebih dari 33% protein global dan 17% kebutuhan kalori manusia. Pangan bukan hanya komoditas. Ia adalah kebutuhan pokok yang tak akan pernah tergantikan oleh teknologi atau mata uang digital.
Mengapa Emas Tak Menarik Perhatian para Milyarder?
Harga emas memang naik, bahkan tembus Rp2 juta/gram pada 2025. Namun emas tidak menghasilkan apa-apa kecuali saat dijual. Tidak ada dividen. Tidak ada panen. Tidak ada pertumbuhan nyata. Nilainya fluktuatif, tergantung sentimen pasar dan kebijakan moneter global seperti The Fed.
Sebaliknya, sektor pertanian dan peternakan menawarkan penghasilan nyata dan berulang. Ada panen. Ada ekspor. Ada produk turunannya. Ada hilirisasi. Ada energi terbarukan dari kotoran ternak. Bahkan ada perputaran ekonomi rakyat.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!