Mohon tunggu...
Bbgnn  bnnhghc
Bbgnn bnnhghc Mohon Tunggu... Bngn bbgn jjh

Hgbgnn hhncbvf bgggdb bngnnbv nnvbgj

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nekat Mudik, Meski Ekonomi Krisis

27 Maret 2025   09:49 Diperbarui: 27 Maret 2025   10:35 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mudik bukan tentang seberapa besar uang yang kita keluarkan, tetapi seberapa besar usaha kita tetap menjaga ikatan dengan keluarga. Dalam kondisi apa pun, selalu ada jalan untuk pulang, selama kita masih memiliki tekad dan niat baik."

Banyak orang menganggap bahwa mudik hanya bisa dilakukan jika kondisi keuangan sedang baik, dengan tiket pesawat yang mahal, biaya transportasi yang terus naik, serta pengeluaran besar saat Lebaran. Namun, bagaimana jika ada cara lain untuk tetap bisa pulang kampung meski situasi ekonomi sedang sulit? Dalam artikel ini, kita akan menyelami kisah nyata seorang perantau yang memilih mudik dengan motor pribadinya dari Jakarta ke Yogyakarta, bagaimana ia menghadapi tantangan di jalan, serta makna sejati dari pulang ke kampung halaman.

Ketika Rindu Lebih Besar dari Rasa Lelah

Budi sudah delapan tahun merantau di Jakarta. Biasanya, setiap tahun ia selalu menyempatkan diri untuk pulang ke kampung halamannya di Yogyakarta, bertemu ibu yang semakin menua dan menikmati suasana Lebaran bersama keluarga besar. Tapi tahun ini, keadaan ekonomi membuat segalanya terasa lebih sulit.

Harga tiket bus melonjak dua kali lipat dari biasanya, apalagi tiket kereta dan pesawat. Gaji sebagai pekerja lepas yang tak menentu membuatnya harus berpikir ulang. Tapi, membayangkan ibunya menyambut Lebaran sendirian di rumah, hati kecilnya tak tega.

"Apa aku benar-benar nggak bisa pulang tahun ini?" gumamnya sambil melihat motor bututnya di parkiran kontrakan.

Lalu muncul ide nekat di kepalanya. Kalau tak ada uang untuk tiket, mengapa tidak mencoba perjalanan dengan motor? Jarak Jakarta-Yogyakarta memang tak dekat, sekitar 500 kilometer, tetapi jika dilakukan dengan tekad kuat, ia yakin bisa sampai di rumah sebelum malam takbiran.

Perjalanan Penuh Tantangan

Di pagi yang masih gelap, Budi memulai perjalanannya. Dengan ransel berisi beberapa potong pakaian, sebotol air minum, dan bekal seadanya, ia melaju keluar dari hiruk-pikuk Jakarta.

Di awal perjalanan, semuanya terasa lancar. Jalanan masih sepi, dan udara pagi terasa sejuk. Namun, ketika matahari mulai meninggi, tantangan pertama muncul: kemacetan panjang di jalur pantura. Truk-truk besar mendominasi jalan, asap knalpot memenuhi udara, dan suara klakson bersahutan di mana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun