Mohon tunggu...
Nevia Aufa
Nevia Aufa Mohon Tunggu... Universitas Pendidikan Indonesia

Sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Serat Lembaran, Jejak Peradaban Nusantara

19 Oktober 2025   19:08 Diperbarui: 19 Oktober 2025   19:51 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manuskrip Nusantara bukan sekadar peninggalan sejarah yang berdebu di rak-rak perpustakaan atau museum. Manuskrip adalah saksi bisu perjalanan intelektual bangsa, menyimpan gagasan, keyakinan, dan identitas budaya dari masa lampau. Di balik teks-teks beraksara Arab Melayu, Jawa, Bali, atau Bugis itu, tersimpan pula kisah panjang tentang bahan, alat, dan teknik yang digunakan dalam proses penciptaannya. Dalam ranah ilmu filologi, aspek material manuskrip ini dikaji melalui cabang ilmu yang disebut kodikologi ilmu tentang naskah sebagai benda.

Sayangnya, perhatian terhadap bahan naskah dalam kajian manuskrip Nusantara masih sering dianggap pelengkap semata. Banyak penelitian lebih menitikberatkan pada isi teks, sementara bentuk fisik naskah, seperti jenis kertas, tinta, atau media tulisnya, jarang dikaji secara mendalam. Padahal, tanpa memahami aspek materialnya, kita akan kehilangan konteks sejarah yang melingkupi penciptaan manuskrip itu sendiri.

Kajian kodikologi memberi kita cara pandang baru: bahwa naskah bukan hanya wadah teks, tetapi juga artefak budaya yang memuat jejak sosial, ekonomi, bahkan ekologis suatu masa. Misalnya, dalam tradisi penulisan di wilayah Bali dan Lombok, bahan naskah yang umum digunakan adalah daun lontar. Bahan ini memiliki daya tahan tinggi, namun proses penyiapannya cukup panjang — daun harus dikeringkan, diraut, lalu diasapi agar kuat. Di sisi lain, masyarakat Bugis dan Makassar juga mengenal penggunaan daun lontar (lontaraq) untuk menulis silsilah, hukum adat, dan catatan sejarah. Tradisi ini menunjukkan kesinambungan budaya tulis lokal yang berakar sejak masa pra-Islam.

Sementara itu, di Jawa dan Sumatra, dikenal bahan naskah lain seperti daluang dan kulit kayu saeh. Daluang terbuat dari kulit pohon saeh (Broussonetia papyrifera), yang dipukul dan direntangkan hingga menjadi lembaran halus menyerupai kertas. Daluang menjadi bahan utama penulisan naskah di lingkungan pesantren dan kerajaan sebelum masuknya kertas impor. Dari segi budaya, daluang menggambarkan kemandirian masyarakat Nusantara dalam menciptakan medium tulisnya sendiri, tanpa bergantung pada produk luar negeri.

Namun, perubahan besar terjadi ketika kertas Eropa mulai masuk ke wilayah Nusantara melalui perdagangan abad ke-17 dan ke-18. Banyak naskah dari masa itu menggunakan kertas bergaris watermark, seperti “Pro Patria”, “J Honig”, atau “Van Gelder Zonen”, yang menandakan asal pabrik kertas di Belanda. Jejak watermark ini sangat penting dalam penelitian kodikologi karena membantu menentukan umur naskah serta jaringan perdagangan dan budaya yang melingkupinya. Misalnya, penggunaan kertas Eropa dalam naskah-naskah Melayu menunjukkan adanya pertukaran intelektual antara dunia Timur dan Barat, antara ulama lokal dan pedagang asing.

Melalui bahan naskah, kita juga bisa membaca dimensi ekonomi masyarakat masa lalu. Penggunaan bahan seperti daluang atau kulit kayu cenderung ditemukan di daerah pedalaman yang sulit dijangkau perdagangan luar, sementara kertas Eropa banyak digunakan di wilayah pesisir yang menjadi pusat niaga. Dengan demikian, kodikologi membuka peluang untuk memetakan ekologi intelektual Nusantara: bagaimana geografi, sumber daya, dan kontak budaya membentuk tradisi literasi di berbagai daerah.

Sayangnya, banyak manuskrip Nusantara kini berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Iklim tropis yang lembap mempercepat pelapukan bahan organik seperti lontar dan daluang. Di sejumlah tempat, naskah-naskah tua disimpan tanpa perawatan, bahkan sebagian sudah rusak dimakan rayap dan jamur. Kondisi ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan konservasi bahan naskah, bukan hanya pelestarian teksnya.

Upaya modernisasi dalam studi kodikologi seharusnya tidak berhenti pada katalogisasi. Kini, para peneliti dapat menggunakan teknologi digital dan mikroskopi bahan untuk menganalisis serat kertas, jenis tinta, dan metode penjilidan. Pendekatan multidisipliner yang menggabungkan ilmu kimia, konservasi, dan sejarah kebudayaan memungkinkan kita memahami proses pembuatan naskah secara ilmiah. Sebagai contoh, identifikasi serat dalam daluang bisa membantu menelusuri asal daerah pembuatannya, sementara analisis residu tinta dapat mengungkap bahan pewarna alami yang digunakan penyalin.

Dalam konteks ini, kodikologi tidak hanya berfungsi sebagai studi teknis, tetapi juga sebagai jembatan antara ilmu dan budaya. Melalui naskah, kita bisa membaca relasi manusia dengan alamnya: bagaimana mereka memanfaatkan tumbuhan untuk menulis, bagaimana mereka merawatnya, dan bagaimana pengetahuan itu diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan mempelajari bahan naskah, kita sedang menyentuh denyut kehidupan masyarakat masa lalu yang terwujud dalam setiap goresan pena.

Sudah saatnya kajian kodikologi mendapat tempat yang lebih besar dalam penelitian naskah Nusantara. Kajian isi teks memang penting, tetapi memahami bahan naskah berarti memahami konteks kehidupan yang melahirkan teks itu. Setiap serat daluang, setiap cap air di kertas, dan setiap ikatan benang di jilid naskah adalah “teks” yang berbicara tentang perjalanan ide, perdagangan, dan kebudayaan bangsa kita.

Manuskrip bukan hanya peninggalan, tetapi juga cermin identitas. Melalui kodikologi, kita diajak membaca masa lalu dengan lebih jeli: tidak hanya lewat kata, tetapi juga lewat bahan. Menyelamatkan naskah berarti menyelamatkan pengetahuan. Dan menjaga bahan naskah berarti menjaga memori bangsa, agar tidak lenyap bersama rapuhnya lembaran waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun