Mohon tunggu...
Netti Kurniati
Netti Kurniati Mohon Tunggu... -

I want to be something, something meaningful and full of meaning

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Biarkan Sayap Ini Patah

21 Maret 2012   08:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:40 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

2 Mei 2010

Pa, ini kali pertama aku menuliskan surat untukmu, tepat di hari ulang tahunku. Surat yang kutitipkan dalam malam panjang. Aku ingin mengabarkan aku dan si kecil baik-baik saja di tempat ini. Tapi Pa, aku lupa bahagia itu seperti apa, lupa wajah teduhmu yang selalu menguatkan aku. Sekali lagi, aku ingin mengintip senyummu lewat surat ini yang aku pun tidak pernah tahu akankah kau baca atau malah tak akan pernah sampai. Kugores langit walau kelam dengan namamu dan kulukis wajahmu agar aku tak lupa akan selalu ada kasih untukku dan si kecil.

Pa, bagaimana kabar mama. Masihkah dia seperti dulu ketika senyum gadis kecilnya mengembang dan dia akan memelukku erat. Aku takut membayangkan mama tak lagi mampu memelukku. Sampaikan kalau gadis kecilnya masih sama seperti dulu, mencintai dia.

Aku ingin sekali pulang, tapi belum saatnya. Jika aku pulang, akan kubawa si kecil dalam pangkuanku. Biar mama dan papa dapat mencium pipi mungilnya yang juga tak kalah rindu dengan dua orang yang paling aku cintai di dunia ini. Sampaikan pada Sisi, hamster mungil yang mulai terbengkalai karena tuannya mulai sibuk dengan dunia kecilnya. Katakan pada Sisi, jika nanti aku pulang, tak akan kutelantarkan lagi dia. Pa, surat ini kutitipkan dalam malam panjang agar kau selalu ingat, gadis kecilmu masih sama.

10 Maret 2010

“Papa, Meisya berangkat kuliah dulu ya,” kucium tangan beliau dengan takzim, ritual pagi yang selalu kulakukan jika hendak pergi dari rumah.

“Sudah sarapan?” aku hapal dengan pertanyaan papa.

Tidak kujawab, aku berlari ke luar rumah karena Pras sudah menjemputku di luar. Pras lebih penting saat ini, ketimbang pertanyaan papa selama 15 tahun setiap aku akan berangkat sekolah hingga kuliah.

“Meisya, jangan lupa sholat zuhur dan ashar,” teriakkan papa dari dalam membuat mukaku merah padam dihadapan Pras.

“Anak papa, Mei-mei udah minum susu?” Pras kerap menggodaku dengan panggilan kesayangan papa Mei-mei, dan aku benci karenanya.

“Pras,mau berangkat sekarang atau kita mulai perangnya dari pagi,” aku merengut manja pada Pras karena menggodaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun