Mohon tunggu...
Nesya M. Pertiwi
Nesya M. Pertiwi Mohon Tunggu... Administrasi - An ordinary Employee

Menulis untuk berbicara

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film "Moxie" (2019)

13 September 2021   16:04 Diperbarui: 13 September 2021   17:16 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Vivian sadar kalau dia harus segera keluar dari cangkangnya jika ingin mendapat keadilan yang selama ini dicarinya. Atas dasar simpati pada seorang anonim yang menuliskan surat berisi pengalaman bahwa anonim itu mengalami pelecehan dan kekerasan seksual oleh mantan pacarnya, Vivian kemudian berani berbicara di seluruh hadapan sekolah yang melakukan walk out kdan mengakui di depan public bawha dialah pendiri Moxie---dengan kata lain, dialah si Moxie itu sendiri.

Akhirnya, tindakannya yang penuh resiko itu didengarkan juga dan disambut positif oleh seluruh murid-murid yang ikut walk out. Hal itu membuat si murid anonim yang menuliskan catatan pengalaman pelecehannya itu mau mengakui dan membeberkan identitasnya kepada seluruh sekolah lalu menceritakan hal buruk yang dialaminya. Ini sedikit ironis karena hampir rata-rata melibatkan tokoh-tokoh yang dianggap populer di sekolah. 

Si anonim itu adalah gadis populer yang mendapatkan voting sebagai paling layak ditiduri sementara pelaku pelecehan seksualnya adalah si kapten futbol sekolah yang sering sekali menjadi objek sasaran protes Vivian. Sampai akhirnya kepala sekolah itu luluh dan sadar kalau dia harus menggunakan hak dan kewajibannya melindungi murid-murid sekolahnya lalu memanggil si kapten futbol tersebut.

Sejauh ini, saya rasa pesan feminisme yang disampaikan film ini terbilang kuat dan bagus, tapi saya tidak melihat potensinya untuk menjadi besar dan memorable. Penceritaannya lebih menekankan pada ledakan amarah dari seorang anak sekolahan yang ingin memberontak (itulah kenapa soundtrack utama film ini adalah lagu dari band lawas 90an Bikini Kill berjudul Rebel Girl). 

Saya bukan pakar feminisme namun saya sangat mendukung kesetaraan dan keadilan gender demi hidup yang lebih baik untuk semua orang, termasuk semua gender. 

Film ini tidak memiliki makna bahwa tujuan utamanya adalah memberikan wadah dan tempat untuk berbicara atas permasalahan gender yang terjadi. Making a noise without voicing out its purpose just won't get a better result.

Ya, walaupun diceritakan pengikut Moxie mulai bertambah dari murid-murid di sekolah si tokoh utama, tetapi rasionalitas untuk berpikir jernih tanpa menyerang secara babi buta karena tercampur emosi yang meledak-ledak hanya akan membuat orang-orang berpikir feminisme dilakukan oleh pembenci kaum pria (ini gambaran yang paling umum di kehidupan nyata). Sayangnya, film ini belum menyampaikan secara signifikan hal tersebut. Ini lebih seperti pemberontakan berbasis gender di kalangan remaja.

Hal baiknnya, film ini bisa mengedukasi bahwa hal-hal yang terjadi di sekolah itu terjadi di manapun terutama di dunia nyata. Tidak ada salahnya menyuarakan ketidakpuasan atas ketidakadilan. Anak-anak sekolah perlu mengedukasi dirinya untuk menghargai semua gender dan tahu tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 

Unsur seksualitas harus berdasarkan konsen bersama dan jika sebuah tujuan dibuat untuk kenyamanan bersama, alangkah baiknya tidak melakukan diskriminasi secara terang-terangan dengan memanfaatkan otoritas sebagai pemangku kepentingan. 

Film ini juga menonjolkan sisi dimana selalu murid laki-laki yang menjadi ikon dan mendapatkan perlakukan lebih istimewa di beberapa bidang. (silahkan lihat sendiri filmnya supaya paham maksud saya disini).

Saya akui, melawan sistem patriarki yang tergambar di film ini tidaklah mudah dan akhirnya membuat seorang remaja di masa labilnya menjadi berbuat sesuai emosinya dan pasti akan menimbulkan kontra. Mungkin sesuai dengan tema lagu dan juga ide utamanya, rebel girl. Setidaknya melakukan sesuatu lebih baik daripada diam saja melihat orang-orang selalu tertindas, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun