Oleh :
Nesya Angela (2310531047), Sandriani Pace (2310532008), Brenda Nikita Salim (2310532024), Muthia Raisha Adria (2310532067), Najla Shabrina Aulia (2310533059), Afra Nazhifah Irwan Syah (2310751032), Marsanabila Rifa Idanta (2310752004)
Mahasiwa MKWK Bahasa Indonesia (14) Universitas Andalas
Etika dan adab adalah salah satu perlindungan lingkungan dari sampah karena mengajarkan tentang cara kebersihan, kesucian dan kewajiban untuk menjaga lingkungan. Seperti dalam sila ke-2 Pancasila yaitu “kemanusiaan yang adil dan beradab” jika seseorang membuang sampah dengan sembarangan maka dia bukan manusia yang memiliki adab baik dan tidak menjalankan kewajibannya untuk menjaga lingkungan.
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya harus menggunakan etika dan adab tersebut dalam pengelolaan sampah agar lingkungan tetap terjaga. Karena seperti yang kita tau hingga sekarang pun masih banyak yang membuang sampah dengan sembarangan. Salah satu cara agar hal tersebut terwujud yaitu melalui Pendidikan moral pada anak.
Lawrence Kohlberg (1958) mengemukakan bahwa sikap moral bukanlah hasil dari suatu pelajaran yang diperoleh berdasarkan kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan melainkan terjadi karena aktivitas spontan pada anak - anak. Jika seorang anak diajarkan moral dan etika maka nantinya anak tersebut dapat mengelola sampah dengan baik, bahkan sekecil apapun sampahnya mereka akan selalu membuang sampah pada tempatnya.
Serta dengan pendidikan moral, anak nantinya akan bisa membedakan jenis-jenis sampah seperti sampah organik, anorganik, dan lainnya. Selain pendidikan moral pada anak, pembiasaan diri juga perlu dilakukan, karena jika kita tidak membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya hal tersebut dapat merugikan diri sendiri, masyarakat dan lingkungan.
Maka dari itu pendidikan moral dan pembiasaan diri untuk membuang sampah pada tempatnya harus dilakukan agar sampah bisa dikelola dengan baik sehingga dapat mencerminkan nilai-nilai moral dan etika yang tinggi.
Strategi dalam meningkatkan peran masyarakat dalam bidang kebersihan lingkungan dapat diterapkan melalui pendekatan secara edukatif dengan strategi 2 tahap, yaitu pengembangan petugas pendamping dan pengembangan masyarakat.
Pengembangan petugas pendamping dapat dilaksanakan dengan cara menemukan pola komunikasi yang tepat. Kemudian cara komunikasi tersebut dipertahankan seiring dengan berjalannya program kelingkungan yang ada. Seringkali program tidak berjalan dengan baik dikarenakan ada miss komunikasi di tingkat awal, yaitu di tingkat petugas pendamping.
Sedangkan tahap pengembangan masyarakat dalam mengolah sampah merupakan hal yang tersulit untuk dilakukan. Apabila tipe masyarakat yang ada adalah tipikal masyarakat tradisional yang perlu diberikan pengertian secara berulang-ulang untuk kemudian bisa mengerti. Maka, pendampingan yang terus menerus perlu dilakukan.
Selain 2 pendekatan di atas, terdapat 3 pendekatan peningkatan peran masyarakat dalam mengoptimalkan interaksi antara masyarakat umum dengan pengelolaan sampah kota, yaitu :
1. Peningkatan kesadaran masyarakat
Pendekatan ini didasarkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan lingkungan berimplikasi terhadap pengurangan pembuangan sampah secara ilegal dan menjamin kerjasama yang baik dalam program pengumpulan, pemilahan dan pengolahan sampah kota. Motif masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah adalah :
- Kemungkinan pengurangan biaya pengumpulan sampah.
- Ketertarikan masyarakat terhadap kebersihan lingkungan.
2. Penyediaan pelayanan yang baik
Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa masyarakat secara otomatis akan berpartisipasi jika prasarana pengumpulan sampah dekat dan mudah dijangkau termasuk bagi anak-anak dan pelayanan masyarakat dan pengangkutan sampah berjalan teratur sehingga terjaga kebersihan lingkungan.
3. Peraturan lingkungan
Pendekatan ini didasarkan bahwa masyarakat akan bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah jika ada peraturan lingkungan yang ketat yang disertai dengan sanksi bagi yang melanggar. Hal ini membutuhkan monitoring yang mahal terhadap pengendalian perilaku masyarakat.
Oleh karena itu, dibentuklah beberapa peraturan lingkungan dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama dengan Presiden Republik Indonesia yaitu, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang diantaranya memuat:
Pasal 11, "Setiap orang berhak:
Mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu;
Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
Memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah;
Mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah; dan
Memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan."
Pasal 12
"(1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah."
Pasal 13, "Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.”
Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pada Pasal 28 menyebutkan :
Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan / atau pemerintah daerah.
Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui :
Pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
Perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau
Pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabutapen Badung (2022), memaparkan bahwa pada tahun 2016, pemerintah mengeluarkan kebijakan percobaan untuk mengurangi penggunaan plastik dengan memungut biaya sebesar dua ratus rupiah bagi konsumen yang memilih menggunakan kantong plastik saat berbelanja.
Kebijakan ini dilaksanakan bekerja sama dengan swalayan dan berhasil mengurangi penggunaan kantong plastik sebesar 60%. Meskipun demikian, kebijakan tersebut mengalami tantangan, terutama dari pihak ritel, sehingga Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menggratiskan kembali kantong plastik.
Pemerintah tidak berhenti disitu saja. Dalam menanggapi masalah meningkatnya sampah plastik, Pemerintah mengambil langkah lebih serius dengan bermitra bersama World Economic Forum (WEF) untuk mendorong program "Indonesia Bebas Plastik", dengan target mengurangi sampah plastik sebesar 70% pada tahun 2020. Untuk mewujudkan tujuan ini, Pemerintah bekerja sama dengan pengusaha, masyarakat, dan berbagai instansi pemerintahan.
Pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban untuk mendanai pengelolaan sampah dari anggaran APBN dan APBD. Mereka dapat memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak negatif oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir, seperti relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan, dan kompensasi lainnya.
Ketersediaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan bukti tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan layanan publik. Pemerintah juga bertanggung jawab dalam mengatur peraturan tentang pengelolaan sampah, mengembangkan teknologi pengelolaan sampah, membiayai pengelolaan sampah, memberikan edukasi tentang sampah kepada masyarakat, dan melibatkan berbagai institusi seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, serta unit dinas terkait di daerah. (Jayani, 2022).
Pada Oktober 2018, Presiden Joko Widodo mengumumkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, sebagai bagian dari upaya menuju Indonesia Bersih Sampah 2025. Ini melibatkan kolaborasi antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat dalam menyusun program kerja untuk mencapai tujuan tersebut.
Salah satu program untuk mengatasi masalah sampah adalah pembuatan jalur khusus bagi truk sampah menuju TPA Jatibarang, serta penerapan sistem landfill untuk memproses sampah organik menjadi kompos dan sampah anorganik menjadi barang siap pakai seperti kerajinan tangan dan spot foto.
Pemerintah terus meningkatkan upaya dalam pengelolaan sampah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan seperti pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, pengembangan fasilitas daur ulang, dan program edukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik.
Upaya ini tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah, tetapi juga mencerminkan nilai moral dan etika masyarakat yang peduli terhadap lingkungan. Sebagai warga negara, kita memiliki hak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat, namun kita juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga kebersihan tersebut dengan mendukung dan mematuhi kebijakan pemerintah serta menerapkan praktik-praktik pengelolaan sampah yang baik dalam kehidupan sehari-hari. (Wijayanti, 2022).
Permasalahan yang sering muncul dalam penanganan sampah di antaranya biaya operasional yang semakin tinggi dan makin sedikitnya lahan untuk pembuangan sampah.
Sebagian besar penanganan sampah di Indonesia masih dibuang ke TPA. Keadaan ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus karena dapat menimbulkan masalah baru yang mencemari lingkungan dalam jangka panjang. Sampah yang terbengkalai akan membusuk dan mengeluarkan gas berbahaya seperti metana, yaitu gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Selain itu, air hujan yang meresap melalui tumpukan sampah dapat menghasilkan "lindi," yaitu cairan yang mengandung berbagai bahan kimia beracun dan mencemari air tanah serta sumber air permukaan. (Mariadi, 2020). Ini menunjukkan pentingnya prinsip “kemanusiaan yang adil dan beradab” dalam Pancasila butir kedua, yang menggarisbawahi perlunya memperlakukan alam dengan rasa tanggung jawab dan kehormatan, serta memastikan bahwa lingkungan hidup yang sehat adalah hak setiap individu
Tumpukan sampah merupakan tempat berkembang biaknya berbagai patogen, termasuk tikus, lalat, dan nyamuk, yang dapat menularkan penyakit menular ke manusia. Selain itu, adanya tumpukan sampah dapat menimbulkan bau tidak sedap dan menimbulkan penyakit pernafasan pada warga yang terpapar.
Selain dampak lingkungan dan kesehatan, penumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik juga dapat merusak ekosistem. Sampah yang terbawa angin dan air ke lingkungan alam seperti sungai dan hutan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem. Tumpukan sampah yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekologi dan mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna setempat. (Mariadi, 2020).
Untuk menghadapi permasalahan dan tantangan dalam penanggulangan sampah, diperlukan solusi yang tepat dan berkelanjutan. Salah satu solusi penting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye edukasi yang lebih intensif dan berkesinambungan.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang urgensi pengelolaan sampah, diharapkan masyarakat akan lebih aktif dalam mendukung program penanganan sampah yang berkelanjutan. Ini sejalan dengan hak setiap individu untuk mendapatkan pendidikan dan informasi yang benar, serta slogan "Kita Bisa!" yang menginspirasi partisipasi aktif masyarakat dalam solusi masalah lingkungan.
Pengembangan infrastruktur penanganan sampah juga menjadi langkah krusial. Pemerintah harus berinvestasi dalam pengembangan sarana dan prasarana yang memadai, termasuk fasilitas daur ulang, tempat pembuangan sementara, serta sistem pengumpulan dan transportasi sampah yang efisien. Dengan adanya infrastruktur yang memadai, proses penanganan sampah dapat dilakukan secara lebih terencana dan terstruktur (Ulfatun, 2016).
Ini menunjukkan perlunya persatuan dan kolaborasi antar berbagai pihak, selaras dengan slogan "Bersatu Kita Teguh," yang menggambarkan semangat gotong royong dalam mengatasi tantangan bersama.
Penerapan praktik Zero Waste juga menjadi solusi yang relevan. Program Zero Waste mendorong masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilah sampah dengan benar, dan memanfaatkan kembali sumber daya secara optimal. Program ini dapat menciptakan pola konsumsi yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Pengembangan bank sampah juga perlu terus didorong dan ditingkatkan. Dengan bank sampah, masyarakat dapat menukarkan sampah yang telah mereka pilah dengan barang atau uang sebagai insentif, sehingga meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan sampah (Valentine, 2019)
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam mencapai penanggulangan sampah yang sukses. Melalui kerjasama ini, sumber daya dan keahlian dari berbagai pihak dapat digabungkan untuk mencari solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan sampah.
Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, sektor swasta sebagai pengembang teknologi dan infrastruktur, dan masyarakat sebagai pemangku kepentingan yang berperan aktif, semuanya berperan penting dalam memajukan penanganan sampah. Kolaborasi ini mencerminkan semangat "Bhinneka Tunggal Ika" dan prinsip gotong royong dalam upaya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat bagi semua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI