ilustrasi: Peran perempuan. (Sumber: KOMPAS/VINA OKTAVIA)
Ia bukan tokoh super di layar kaca. Ia tidak punya jubah, tidak bisa terbang, dan tidak kebal luka. Tapi perempuan, dengan segala diam dan kelembutannya, mampu menjalani seribu peran dalam hidup---tanpa pernah benar-benar mengeluh.Â
Ia bisa jadi ibu, istri, anak, rekan kerja, sahabat, pengusaha, pemimpin, bahkan pelindung. Ia bisa jadi siapa saja, apa saja, di mana saja. Dan hebatnya, ia tetap bisa tersenyum di tengah lelah yang tak terlihat.
Banyak yang menyangka bahwa perempuan itu makhluk yang rumit. Padahal yang rumit bukan dirinya, tapi beban yang ia tanggung tanpa banyak suara.Â
Perempuan terbiasa menyimpan luka, bukan karena mereka tak merasa, tapi karena mereka tahu: banyak hal lebih penting untuk diselamatkan daripada sekadar memperlihatkan air mata.Â
Mereka memilih tersenyum, bukan karena tidak ada rasa sakit, tapi karena itulah caranya untuk tetap bertahan.
Pagi-pagi ia bangun, menyiapkan rumah, mengejar waktu, mengatur anak-anak, melayani keluarga, lalu beranjak ke tempat kerja dengan wajah yang tetap ramah.Â
Di kantor, ia dituntut profesional, disiplin, penuh ide dan solusi. Pulang ke rumah, perannya belum selesai. Ia kembali menjadi ibu yang penuh kasih, istri yang penuh pengertian, perempuan yang terus bergerak.Â
Belum lagi tekanan sosial, komentar tajam dari lingkungan, dan ekspektasi yang begitu tinggi dari banyak arah. Tapi tetap, ia tersenyum.
Senyum perempuan bukan berarti ia selalu baik-baik saja. Kadang itu hanya topeng paling kuat yang ia miliki. Tapi dari senyum itulah ia menguatkan seisi rumah, seisi ruangan, bahkan dunia kecil di sekitarnya.Â