Anak bungsu saya yang kelas 5 SD terengah-terengah. Membuka pintu depan dengan sedikit tekanan. Seperti mendobrak. Di tangannya menenteng kantong kresek berwarna bening. Waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB.
"Aku habis lari-lari," kemarin malam, ceritanya tersengal-sengal. Dadanya naik turun.
"Takut ada yang nusuk kayak berita kemarin," lanjutnya, masih dengan napas tersengal-sengal.
Saya yang tengah selonjoran di sofa mendengarkan penuturannya. Apa yang dikhawatirkannya, sama seperti apa yang saya khawatirkan. Meski saya tepis juga karena merasa berada di lingkungan yang aman.
Ya, anak saya ini habis beli nasi goreng di abang yang mangkal di bundaran. Di sebut bundaran karena memang ada bundaran jalan untuk kendaraan berputar atau jadi penunjuk berbelok kiri, lurus, kanan atau putar balik.
Tidak begitu jauh sih dari rumah. Mungkin hanya berjarak sekitar 6 atau 7 rumah saja. Kalau satu rumah panjangnya 10 meter, berarti tidak sampai 100 meter. Dari rumah saya, lurus saja ke kanan melewati 6 atau 7 rumah, sampai deh.
Tidak gelap juga. Ada lampu taman di sepanjang jalan Berlian plus lampu-lampu yang menyala di setiap rumah. Lampu penerang jalan juga menyala di sepanjang "lorong" jalan. Cukup teranglah. Dan, kebetulan juga di bagian hook sedang ada pembangunan rumah. Dan, tidak gelap. Lampu menyala cukup terang. Tidak temaram.
Biasanya, anak saya ini tidak seperti ini. Selalu berani belanja sendiri, bahkan ke minimarket depan kompleks yang jaraknya cukup jauh dibanding jarak ke bundaran.Â
"Berani De, jalan sendiri?" tanya saya setiap dia akan belanja ke minimarket atau ke lapak-lapak penjual makanan di sekitar kompleks.Â