Waktu saya hamil anak ketiga, saya dan suami sempat ingin aborsi alias menggugurkan kandungan. Terus terang, saat itu, saya tidak siap punya anak lagi di usia saya yang tidak lagi muda. Ah, pasti capek.
Suami juga saat itu tidak punya pekerjaan. Sudah setahun lebih suami menganggur. Yang bekerja saat itu, ya saya. Jadi, ada kekhawatiran tidak mampu menghidupi anak lagi dengan baik. Apalagi dua anak kami juga masih kecil-kecil.
Saya juga dibayang-bayangi harus mengurus bayi lagi yang otomatis membuat saya tidak bisa ke mana-mana. Tidak bisa ke luar kota untuk urusan pekerjaan, atau tidak bisa menghadiri agenda atau meeting di sore atau malam hari atau kumpul dengan teman-teman.
Seperti halnya ketika anak pertama dan anak kedua saya masih bayi hingga balita. Selama itu, saya selalu menolak penugasan ke luar kota, kecuali jika hanya sehari. Berangkat hari ini, pulang malamnya atau paginya. Kalau lebih dari itu, saya tidak mau.
Pertimbangan lainnya, kehamilan ketiga saya juga "buah" dari pertengkaran kami. Jadi, bisa dibilang ini adalah kehamilan yang tidak direncanakan, yang juga bisa jadi yang tidak diharapkan.
Meski tidak direncanakan, saya tidak pasang alat kontrasepsi semisal IUD, pil KB atau susuk. Sampai sekarang saya tidak pakai salah satunya.
Biasanya, kalau terjadi "pertikaian" di antara kami, persoalan itu harus tuntas sebelum kami tidur malam. Itu biasanya diawali dengan kata maaf lalu berlanjut deh ke hubungan intim. Dan, tak lama, hamillah saya.
Saya sendiri tidak tahu hamil. Saya curiga saja setiap hari saya makan asinan mulu. Pagi, siang, malam. Yang makannya bisa sampai nambah. Bikin sendiri sih, bukan beli.
Terbersitlah tanda tanya mengapa saya makan asinan mulu? Jangan-jangan hamil lagi? Setelah test pack, eh ada dua garis merah, yang menandakan saya positif hamil. Kaget juga sih. What hamil lagi?
Saya sampaikan hal ini pada suami. Mendengarnya, suami antara senang dan tidak semangat. Suami lantas menyarankan untuk menggugurkannya saja dengan alasan seperti yang saya sampaikan di awal. Meski semula menolak, akhirnya saya menyetujui.
Ketika saya periksakan kehamilan saya ini di klinik kompleks rumah, yang kebetulan ada praktek dokter kandungan, saya sampaikan keinginan saya untuk mengugurkan kandungan dengan sejumlah alasan.