Hampir satu tahun virus Corona menjajah negeri ini. Dari Sabang sampai Merauke, berjajar titik-titik penyebarannya. Korbannya sudah banyak yang berguguran. Benteng pertahanan tubuh sudah tak cukup mampu melawan serangan virus yang kian membabi buta itu.
Virus itu memang cukup menakutkan. Sekalinya menyerang seseorang, akan menguras segala emosinya. Mencabik-cabik kesehatan fisiknya, bahkan mengerogoti psikisnya. Tak sedikit yang depresi, cemas, dan takut, jika sewaktu-waktu mendapat giliran nyawanya tercerabut dari raga.
Entah sudah berapa banyak yang kehilangan orang-orang yang dicintai. Suami yang kehilangan isteri, isteri yang kehilangan suami, orangtua yang kehilangan anaknya, kakak yang kehilangan adik, adik yang kehilangan kakak, bahkan anak-anak yang terpaksa harus menjadi yatim piatu.Â
Cerita-cerita pilu sepertinya akan terus bergulir selama virus Corona masih saja menginvasi.Â
Tapi, apakah cerita-cerita sendu hanya menyangkut soal kematian? Oh ternyata tidak. Hal yang "menakutkan" setelah terkonfirmasi positif Covid-19 adalah stigma dan diskriminasi.Â
Setidaknya itu yang dialami kawan saya, sebut saja Dewi, dan suaminya yang tinggal di kawasan Cinere, Depok, Jawa Barat. Kawan yang baru saja terlepas dari intaian maut virus Corona.Â
Ia pun mencurahkan isi perasaannya pada saya, Minggu (24/1/2021).Â
Katanya, setelah selama dua pekan dikarantina di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, ia pun dinyatakan sembuh. Hasil test PCR terakhirnya menyatakan negatif.
Mendapat "golden ticket" negatif harusnya bagi penyintas Covid-19 seperti kawan saya ini, bahagia dong. Terlebih perjuangan selama dua pekan itu cukup menguras fisik dan mentalnya. Doa dan dzikir pun tak henti-hentinya dipanjatkan agar ia menang melawan virus Corona.
"Hampir 2 minggu pengobatan di rumah sakit, dan isolasi mandiri 16 hari, Alhamdulillah Allah SWT menjawab doa-doa kami. Hasil test PCR kami pun dinyatakan negatif," ceritanya.
Mereka pun menyambutnya dengan senang, terharu, campur aduk semua dengan harapan bisa pulang bertemu dengan sang buah hati. Kerinduan sudah begitu menyesakkan dada.