Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kasus Perhelatan Konser Dangdut, Wakil Ketua DPRD Tegal Jadi Tersangka

29 September 2020   08:20 Diperbarui: 29 September 2020   10:53 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi Tersangka, Wakil Ketua DPRD Tegal Dijerat UU Kekarantinaan Kesehatan. Begitu judul di laman kompas.com edisi Senin (28/9/2020) malam yang saya baca pagi ini, Selasa (29/9/2020).

Baguslah kalau begitu. Biar menjadi efek jera buat pejabat yang angkuh yang mengabaikan keselamatan orang banyak. Jadi "tidak semena-mena" dan seenak hati. Apalagi dia seorang Wakil Ketua DPRD Kota Tegal.

Sebagaimana diketahui, publik dihebohkan dengan perhelatan konser dangdut yang mengiringi pesta hajatan yang digelar Wakil Ketua DPRD di Lapangan Tegal Selatan Rabu (23/9/2020) pekan lalu.  Acara itu pun mendapat sorotan dan kritikan tajam publik mengingat acara dihadiri ribuan orang di tengah angka kasus Covid-19 yang terus meningkat.

Pejabat yang seharusnya menjadi teladan bagi warganya tapi dia sendiri yang merusaknya. Pejabat yang berkoar-koar meminta warga untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat, lha dia sendiri begitu. Pejabat apa ini namanya? Bagaimana warga mau patuh coba?

Dalam benak saya, orang yang menduduki anggota dewan, adalah orang-orang pilihan. Orang berpendidikan. Terlebih dia menjadi pimpinan, pastilah orang yang berpikiran maju ke depan. Orang yang berpikir terlebih dulu sebelum mengambil keputusan. Dipikirkan apa dampak yang terjadi dengan keputusan yang diambil. Nyatanya apa?

Saya tidak habis pikir apa yang ada dalam pikiran Wasmad Edi Susilo (WES). Ia melaksanakan hajatan pernikahan dan khitanan serta ada hiburan yang mengundang keramaian. Lha warga yang melangsungkan hajatan di area rumah saja dibubarkan petugas dengan alasan mengundang kerumuman, dia malah keberatan untuk dibubarkan.

Memang dia mengantongi izin, tapi izin yang dimaksud izin yang memunculkan keramaian dan kerumunan. Tapi nyatanya, dalam foto yang saya lihat sih panggungnya cukup lebar, seperti mengadakan konser dangdut. Apalagi diadakan di Lapangan Tegal Selatan, Kota Tegal. Bagaimana tidak mendatangkan keramaian? Namanya lapangan, ada hiburan, orang-orang pun haus akan hiburan, bagaikan magnet ya langsung menyedot pengunjung. Apa tidak dipikirkan itu?

Dalam izin awal yang diajukan, katanya hiburannya hanya organ tunggal. Nyatanya? Berarti namanya dia sudah membohongi petugas kepolisian. Kan tidak benar. Kalau saya menjadi petugas kepolisian tidak akan saya memberikan ijin. Logika saya kalau hajatan yang digelar di lapangan tidak mungkinlah dilakukan secara sederhana, kecuali kalau digelar di rumah atau gedung. Karenanya, patut dicurigai memang yang bersangkutan sudah ada niat memanipulasi kegiatan.

Lantas karena keegoisannya, perbuatan cerobohnya itu pun memakan "korban". Untuk saat ini "baru" Kapolsek Tegal Selatan Kompol Joeharno yang dicopot dari jabatannya karena tidak mampu membubarkan hajatan itu. Bisa jadi dalam pemeriksaan selanjutnya bermunculan "korban-korban" baru. Tunggu episode berikutnya saja.

Padahal waktu petugas kepolisian meminta hajatannya dibubarkan, Wasmad Edi Susilo enggan melakukannya dan sesumbar bilang "segala resiko saya tanggung".  Sombong amat. Apa dia mau menanggung beban derita sakit orang-orang yang terpapar Covid-19? Apa dia juga mau menanggung kematian orang-orang yang diakibatkan Covid-19? 

Apa dia mau mengganti dengan nyawanya? Berapa banyak nyawa yang harus dia gantikan? Bayangkan ada ribuan orang yang hadir tanpa memperhatikan protokol kesehatan. Apa semuanya mau ditanggung? Belum lagi yang lain. Mikirrrr. Sebal saya. 

Ya memang dia sudah minta maaf dan mengaku khilaf, apa semudah itu? Persoalan lantas dianggap selesai. Enak banget. Persoalannya kan dia pejabat publik dan negara dalam "bahaya" Covid-19. Nanti bisa dicontoh yang lain melakukan kesalahan serupa dengan sengaja lantas selesai dengan minta maaf?

Meski si WES ini sudah dijerat melanggar Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 Undang-Undang (UU) Kekarantinaan Kesehatan dan juga dijerat pelanggaran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 216 ayat 1 juncto Pasal 65 Ayat 1, saya inginnya Ketua DPD Partai Golkar Kota Tegal itu juga dicopot jabatannya dari Wakil Ketua DPRD. Lha jabatan Kompol Joeharno saja bisa dicopot, mengapa dia tidak. Biar adil kan? Apalagi ancaman pidana penjara paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta. Terlalu ringan itu sih.

Jadi kasus ini bisa jadi pelajaran buat pejabat, siapapun itu untuk tidak "menggadaikan" jabatannya untuk kepentingan pribadi. Kasus ini juga bisa menjadi pelajaran juga buat masyarakat secara luas untuk lebih berhati-hati sebelum mengambil keputusan. Apapub itu situasinya.

Aduh, pagi-pagi saya sudah ngedumel mirip emak-emak banget. Nyerocos terus. Habis saya kesal. Masih ada saja pejabat songong begitu. Ya sudah, saya akhiri ocehan saya ini. Saya mau mendampingi si kecil mengerjakan tugas hari ini yang sudah dishare ibu wali kelas di group. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun