Mohon tunggu...
Neng Hanifiah Radhia Robbi
Neng Hanifiah Radhia Robbi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kepala Daerah Perempuan di Panggung Pilkada Banten

1 Desember 2020   05:43 Diperbarui: 1 Desember 2020   06:55 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak tahun ini akan dilaksaakan pada hari Rabu 9 Desember 2020. Komisioner Komisi Pemilhan Umum (KPU) Ilham Saputra menyebut akan merancang hari pencoblosan 2020 sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19. Akan ada 270 daerah yang akan mengikuti Pilkada 2020 dengan rincian sembilan provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.Pilkada di masa sekarang mengalami dinamika yang sangat signifikan  yang mana elit lokal dapat bertarung untuk merebut jabatan politik dengan memberikan kesempatan yang sama pada aktor politik lokal.

Karena adanya kesempatan yang setara munculah calon - calon pemimpin yang tanpa memandang basis gender. Partisipasi perempuan dalam ranah kepemimpinan politik mengalami perubahan semenjak pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung. Meski berjalan sangat lambat, tetapi realitas politik mulai berpihak. Keberadaan politisi perempuan tidak lagi berada di pinggir. Mereka mulai bisa mengakses dan masuk dalam lingkaran inti kekuasaan politik.

Di beberapa daerah dapat ditemukan aktor  politik perempuan yang memenangkan pertarungan politik, seperti di provinsi Banten yang memiliki empat kepala daerah perempuan. Mulai dari Iti Octavia Jayabaya sebagai Bupati Lebak, Irna Narulita sebagai Bupati Pandeglang, Tatu Chasanah sebagai Bupati Serang, dan Airin Rachmi Diany sebagai Walikota Tanggerang Selatan. Banten sendiri masih menyisakan persoalan ketimpangan gender dan marginalisasi terhadap kaum perempuan.

Namun faktanya modal sosial saja belum menjadi indikator yang baik bagi perjuangan hak-hak perempuan yang khususnya di empat kabupaten dan kota yg dipimpin aktor politik perempuan tersebut.

Dikutip dari BantenNews.co.id, Jumat (7/9/2018) kemarin bahwa Dosen UIN Syarif Hidayatullah sekaligus mantan Komisioner Komnas Perempuan, Eneng Dara Alfiah mengatakan “Sebenarnya itu (kepala daerah perempuan) modal sosial yang sangat baik. Cuma mungkin yang perlu dikembangkan ke depan adalah tidak seperti melanjutkan rezin yang sebelumnya yang menonjolkan bagian dari keluarga. Itu perlu di efaluasi,”

Dari perkataan yang di ucapkan Eneng Dara Alfiah memang benar aktor politik yang telah disebutkan diatas sangat kental dengan upaya memperpanjang kekuasaan penguasa sebelumnya dengan cara mendorong salah satu anggota keluarganya untuk menggantikan atau meneruskannya. Faktanya sudah jelas Irna Narulita seorang Bupati Pandeglang merupakan istri dari Dimyati yang juga mantan bupati Pandeglang. Iti Octavia Jaya Baya yang merupakan anak kandung dari Jaya Baya yang pernah menjabat sebagai Bupati Serang. Ada juga Tatu Chasanah yang menjabat sebagai Bupati serang yang merupakan adik dari mantan Gubernur Banten yaitu Atut Chosiyah. Sama dengan Tatu Chasanah, Airin juga masih ada keterkaitan keluarga dengan Atut Chosiyah. Keterkaitan pemimpin politik perempuan yang ditopang oleh kekuatan politik keluarga, menjadi salah satu faktor mengapa isu perempuan di Banten belum dominan yang sebenernya Banten telah memiliki bupati/ walikota seorang perempuan.

Terbukti bahwa partai  politik masih sulit membuka kesempatan untuk kandidat pemimpin perempuan di luar nama-nama penguasa sebelumnya. Padahal sebenarnya siapapun yang mempunyai potensi dapat menempati jabatan kekuasaan tertentu selama dia mempunyai kesempatan. Yang faktanya pemberdayaan perempuan di Banten masih belum menonjol atau masih belum terlihat dari pembangunan daerah banten yang dilakukan bupati/ walikota. Ekonomi perempuan di daerah Banten juga kurang diperhatikan oleh pepimpin perempuan, mereka hanya fokus pada perkembagan pariwisata dan sebagainya.

Namun tidak bisa dipungkiri untuk menjadi kader politik perempuan ini tidak mudah yang mana harus bisa mengoperasikan 3 kekuatan yang disebutkan dibawah untuk tampil dalam memimpin politik.

Adapun kekuatan untuk memenangkan pertarungan politik ini yakni terdiri dari modal, strategi, dan jaringan. Yang dimaksud dari modal tidak hanya berupa uang atau materi yang lainnya. Bisa juga berbentuk kapasitas individu, seperti latar belakang keluarga, dsb. Selanjutnya yaitu strategi, yang mana jika modal finansial dan individu tidak dibarengi dengan strategi maka tidak akan pernah masuk ke inti untuk mengambil dan membuat keputusan. Agar dapat masuk ke lingkaran inti diperlukan juga jaringan internal dan eksternal politik. 3 kekuatan yang telah disebutkan diatas wajib dimiliki kader politik untuk mempunyai jabatan publik.

Melansir pemberitaan KabarBanten.com Maksuni Husen mengatakan “Dalam pilkada tahun ini misalnya, dari 1.482 calon, sebanyak 151 (11%) diantaranya adalah perempuan yang ada di posisi calon kepala daerah atau wakil kepala daerah. Berapa persen dari jumlah itu yang akan terpilih, sangat dipegaruhi kemampuan calon mengelola modal, strategi, dan jaringan yang dimiliki. Dalam hal ini bagaimana memutar seluruh mesin partai politik untuk meraih kemenangan.” Dari kutipan tersebut sudah jelas yang paling penting untuk memenangkan pertarungan politik setiap kader harus mempunyai 3 kekuatan itu.

*Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

           

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun