Mohon tunggu...
Nelly Trisnawati
Nelly Trisnawati Mohon Tunggu...

studied English Linguistics in Unpad

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Try to Make Perfectness More Than Just A Metaphor!

26 Februari 2012   15:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:03 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebuah institusi pendidikan lain yang seringkali membawa harum nama Indonesia dalam olimpiade tingkat nasional maupun internasional juga tak terelakkan memiliki sisi kecacatan tersebut. Di sana juga keadilan seolah tidak berpihak pada ‘orang-orang kecil’. Dalam hal ini saya tidak menunjuk langsung pada pendiri institusi; namun sebagian orang di dalamnya seringkali memainkan drama sedemikian rupa supaya predikat bagus tetap disandang institusi mereka. Dana yang mengalir ke institusi ini memang dialokasikan untuk berbagai macam kebutuhan. Mulai dari ‘objek’ utama proyek mereka, kebutuhan institusi, hingga honor para pegawai termasuk supir dan pembantu rumah tangga yang memang dipersiapkan untuk beberapa kebutuhan.

Aliran dana di institusi ini bisa dikatakan kurang lancar. Rata-rata dalam setiap bulannya selalu terjadi keterlambatan pembayaran honor. Mungkin tidak setiap bulan bagi pegawai-pegawai yang menyandang posisi ‘penting’ di institusi ini. Bahkan jika diperkirakan adanya keterlambatan saja cepat-cepat disebarkan pemberitahuan melalui surat tertulis berikut penetapan kapan ‘tunggakan honor’ tersebut akan dibayarkan. Namun hal ini tidak berlaku bagi para supir dan pembantu rumah tangga yang notabene membutuhkan honor itu dibayarkan lebih cepat dibanding para staf yang dengan nilai honor yang berkali-kali lipat lebih besar dapat memiliki sederet kartu kredit di tangan. Mirisnya lagi, honor pembantu rumah tangga seakan tidak dipandang. Pernah sampai beberapa bulan honor itu seolah ditabung di institusi tersebut, menurut pengakuan seorang ibu.

Keacacatan yang ada membuat keadilan di negeri ini timpang. Seringkali yang kita lakukan hanyalah mencibir dan mengeluh, atau bahkan apatis pada nasib bersama karena sudah terlebih dulu menjadi korban sikap apatis pemerintah. Bukan salah negeri ini jika situasinya saat ini tidak seperti yang kita harapkan. Mindset dan mental bobrok lah yang harus dilenyapkan.

Hal yang paling pertama yang bisa kita lakukan adalah membatasi diri untuk tidak ikut terjerumus ke dalam kecacatan tersebut. Masih banyak harapan untuk membuat perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Manfaatkan saja segala fasilitas yang ada saat ini untuk membuat kita lebih pandai untuk dapat menghadapai persaingan dunia, lebih bijak dalam mengambil keputusan, lebih kreatif untuk berkarya bagi bangsa ini, dan lebih berhati nurani jika kecacatan terbersit dalam benak kita.

Lagi, apapun agama kita, pasti kita selalu diajarkan untuk menjunjung tempat di mana kita ‘berdiri’. Jadi, berdoalah bagi Indonesia. It is because the power of faith in prayer can change a mountain to a pebble.

Though it doesn’t seem possible, just try to make perfectness more than just a metaphor!

Bandung, 12 February 2012

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun