Mohon tunggu...
Sid noise
Sid noise Mohon Tunggu... Buruh - Jangan Mau di Bungkam

Akun subsidi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bobroknya Mental Bangsa di Sponsori KPI

13 Juli 2020   21:18 Diperbarui: 13 Juli 2020   21:34 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan ini adalah respon terhadap sikap KPI Mengenai sinetron indonesia mempunyai value lebih di banding spongebob, mubazir uang negara jika harus dipakai untuk mengakomodir KPI dengan wujud pemikirannya yang seperti itu, jauh dari cita - cita pak presiden dengan Revolusi Mental nya.

Saya juga setuju tidak semua nya sinetron di masa sekarang itu jelek ada juga sebagian yang memuakan. Di jaman si doel dunia sinetron di indonesia mulai kenal dengan yang namanya kejar tayang dan tak lama kemudian sinetron - sinetron selanjutnya terdegradasi kualitasnya menjadi jelek.

Yang menjadi masalah sebenarnya di indonesia adalah mental fakir miskin, bahkan di indonesia orang yang terlalu kaya pun berfikir dia adalah orang kecil, fakir miskin yang jika dia tidak membuat / produksi karya dalam satu waktu dia berfikir seperti akan kelaparan, sehingga rating share yang menjadi acuan.

Dalam beberapa kesempatan para kreator sinetron dan umum nya pekerja TV jika di kritik jawabannya adalah,

"Ini agar dapur kami mengepul"

Untuk memproduksi satu episode sinetron, anggaplah di butuhkan 500 juta saja, tapi di jam prime time pengiklan yang masuk bisa mencapai 2,5 milyar. Pemilik stasiun TV berfikir jika dia mau dapat untung 2,5 milyar per jam / episode, maka dia harus buat sinetron. Tapi sinetron yang baik butuh proses yang tidak mungkin di wujudkan dalam satu hari.

Karena orang kaya itu rakus, kapitalis itu rakus, dia ingin pokok nya per episode / jam dapat untung 2,5 milyar. Maka akhir nya para sineas yang awal karya nya bagus, kemudian menjadi sangat jelek. Contoh ketika cerita nya memang harus berakhir, mereka akali sehingga menjadi ribuan episode. Dari sini kita bisa lihat alam bawah sadar pemilik stasiun TV dan kreatornya terlihat jelas.

1. Egois

Mereka para sineas indonesia bukan tidak mampu membuat karya yang bagus, namun cara berfikir yang di sebabkan oleh kapitalisasi bisnis ditambah ego yang kemudian menahan kreatifitas mereka demi mengejar ke untungan.

Jika buat yang jelek saja bisa untung banyak kenapa harus repot bikin yang bagus. Mereka lebih memilih cara yang mudah dan murah daripada berspekulasi dengan kekayaan intelektual.

Dampak nya mental orang pribumi bisa di lihat contohnya dari kasus tempat makan angkringan dengan harga berkali - kali lipat dari harga normal, banyak moment dipakai untuk mengambil ke untungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun