Mohon tunggu...
Nazwa Cendra Swari
Nazwa Cendra Swari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Public Relations UNJ

Interested in writing articles from various angles

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Lotre 'Dam or Daeng': Fenomena Kontroversial di Balik Sistem Wamil Thailand

19 April 2024   23:20 Diperbarui: 19 April 2024   23:47 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Ilustrasi/Freepik.com

Wajib Militer versi Thailand

Di tengah hiruk-pikuk Kota Bangkok, ada satu hal yang tidak terelakkan oleh para pemuda Thailand setiap bulan April. Sama halnya dengan Korea Selatan, Thailand juga memberlakukan kebijakan wajib militer. Mengutip dari The Cove, wajib militer di Thailand diperkenalkan pada tahun 1905. Menurut Undang-Undang Dinas Militer 1954 BE 2497 (yang diubah Pasal 7), setiap laki-laki berkewarganegaraan Thailand yang mencapai usia 18 tahun diwajibkan untuk mendaftarkan menjadi personel militer Thailand dan dapat mengikuti proses wajib militer selektif di pusat perekrutan pada usia 21 tahun. Namun, berbeda dengan negara lainnya, Thailand menerapkan sistem undian atau lotre dalam proses pendaftarannya.


Bagaimana Sistem Lotre ‘Dam or Daeng’?

Mengutip dari Bangkok Post, dalam sistem lotre tersebut apabila mendapatkan bola hitam (dam), maka akan terbebas dari wamil (lulusan sarjana) dan satu tahun (lulusan sekolah dasar sampai menengah). Sedangkan, apabila mendapatkan bola merah (daeng), maka akan menjalani wamil selama dua tahun (lulusan sekolah dasar sampai menengah) dan satu tahun (lulusan sarjana). Dibalik keunikannya, ternyata sistem lotre ini menuai banyak kritik. Bayangkan saja, bagi mereka yang sudah memiliki life plan untuk lima tahun ke depan bisa rusak akibat sistem gacha ini. Seolah-olah nasib masa depan mereka ditentukan dari hasil lotre.

Alasan Dibaliknya

Awalnya sistem lotre ini diharapkan oleh Kementerian Pertahanan Thailand sebagai bentuk rasa adil tanpa memandang status sosial dan memberikan kesempatan kepada para usia muda untuk mengabdi pada negara. Mengutip dari Al Jazeera, tujuan dari wamil adalah memastikan rasa hormat terhadap tiga pilar identitas Thailand: bangsa, agama, dan monarki. Pada kenyataannya, telah banyak ditemukan kasus pelecehan: fisik, mental, dan seksual kepada personel wamil. Walaupun telah banyak media luar negeri yang menyoroti permasalahan ini, selagi partai politik pro-militer yang mendominasi akan susah untuk menggulingkan kebijakan ini. Terbaru, pada hasil pemilu tahun 2023 diumumkan bahwa Srettha Thavisin dari partai Pheu Thai (pro-militer) terpilih menjadi Perdana Menteri Thailand.

Sumber: Ilustrasi/Freepik.com
Sumber: Ilustrasi/Freepik.com

Realitanya Berkata Lain

Melihat kembali “budaya kekerasan” di kamp latihan sudah menjadi rahasia umum kehidupan militer di Thailand. Mengutip dari Amnesty Organization, pelecehan fisik bukanlah sebuah pengecualian melainkan sebuah aturan. Mereka sering dijadikan budak di rumah perwira, mulai dari membersihkan rumah hingga memasak. Bahkan terjadi pelecehan seksual yang dilakukan oleh komandan atau perwira kepada anggota wamil serta bentuk penyiksaan lainnya. Atas dasar inilah banyak pemuda Thailand yang didukung oleh para pengamat HAM mengecam kebijakan wamil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun