Kekerasan adalah bentuk perilaku yang merugikan, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis. Terlepas dari bentuknya, kekerasan secara luas merusak kehidupan individu, masyarakat, dan budaya di mana kekerasan itu terjadi. Meskipun sering dikaitkan dengan budaya tertentu, penting untuk menyadari bahwa kekerasan bukanlah bagian dari identitas budaya yang sebenarnya. Sebaliknya, kekerasan sering kali muncul sebagai hasil dari berbagai faktor sosial, ekonomi, serta psikologis yang kompleks.Â
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk bersatu dalam menggalang dukungan untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari pelaku yang merusak dan tidak manusiawi. Penting untuk mengakui bahwa kita menyuarakan aspirasi untuk mewujudkan masyarakat yang harmonis dan aman.Â
Sebab dibeberapa kasus kekerasan masih terjadi, baik dalam bentuk fisik, psikologis, maupun seksual. Bahkan, mirisnya sebagian masyarkat masih mencari pembenaran dalam perlakuan pelaku kepada korban atau bahkan bersikap apatis dan tidak mau tahu tindak lanjut apa atau perlakuan apa yang dilakukan
Hampir tiap hari kolom berita di televisi pasti ditemukan kasus – kasus kekerasan yang ter-ekspos. Menurut saya, hal semacam ini terjadi karena kurangnya kesadaran dalam diri masing – masing individu. Disebabkan banyak orang yang menganggap bahwa anak harus selalu menurut dan tidak boleh melawan. Padahal masa kanak – kanak adalah masa dimana seorang anak mengeksplor sesuatu dan memahami hal baru. Namun, kebanyakan orang merasa anak kecil di masa itu menyebalkan, sehingga rawan sekali dilakukannya kekerasan.  Â
Kekerasan terhadap anak tidak lepas kaitannya dengan orang tua. Namun, terkadang pengasuh anak, guru, atau orang terdekat lah yang biasanya melakukan kekerasan. Terkadang berawal dari orang tua yang memaksakan kehendaknya terhadap anak, lalu anak itu memberontak. Pada saat itu kemungkinan besar kekerasan akan terjadi. Hasilnya anak menjadi merasa terkekang dan tidak bebas dalam hidupnya sendiri.Â
Banyak kasus yang terjadi dan terungkap tetapi banyak pula yang tidak di tindak lanjuti. Banyak factor yang memengaruhi kasus tersebut tidak ditindak lanjuti, seperti kurangnya bukti konkrit bahwa anak tersebut mengalami kekerasan, ketidakpedulian terhadap hukum yang berlaku, tekanan psikis dan ekonomi, dan merasa bahwa itu bentuk cara mendidik. Selama ini kasus – kasusnya banyak diabaikan oleh negara sebab dipandang sebagai masalah internal keluarga, jadi investigasi dianggap kurang penting.Â
Padahal jelas tertulis di UU bahwa perempuan dan anak berhak memperoleh rasa aman, nyaman, dan hak mendapat perlindungan hukum dari berbagai tindak kekerasan. Negara juga memiliki kewajiban menjatuhkan hukuman pada pelaku. Tanggung jawab itu jelas karena termasuk pelanggaran HAM.Â
Namun, banyak juga kasus – kasus kekerasan pada anak yang ditangani dan ditindak lanjuti secara serius oleh pihak berwajib. Salah satunya kasus kekerasan terhadap anak yang dialami oleh seorang anak public figure. Korban yang berusia 3 tahun dianiaya oleh pengasuhnya saat orang tuanya pergi bekerja. Perkara ini berawal dari informasi pengasuhnya kepada orang tua korban di mana anaknya mengalami cedera akibat jatuh.Â
Terdapat memar di bagian mata sebelah kiri dan kening bagian atas. Pada saat dikirim foto, orang tua korban merasa curiga dan membuka rekaman CCTV yang ada di kamar korban. Dari rekaman tersebut diketahui adanya tindak kekerasan terhadap korban. Pengasuh tersebut memukul, menjewer, mencubit, bahkan menindih korban.Â
Melihat putrinya dianiaya, orang tua korban lantas melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib. Lalu, pihak kepolisian secara sigap langsung melakukan investigasi. Dari hasil investigasi diamankan sejumlah bukti yaitu sejumlah buku yang digunakan untuk memukul korban, minyak gosok yang digunakan untuk menyiram korban, dan bantal yang digunakan untuk memukul kepala korban. Akibat dari perbuatannya, pelaku telah dinaikkan statusnya sebagai tersangka dan terancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp100 juta.Â
Pemerintah Indonesia telah berupaya sebisa mungkin untuk memperkuat hukum yang berlaku dan mendirikan Lembaga – Lembaga terkait untuk melakukan perlindungan terhadap anak. Diketahui pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak, memegang mandat untuk memberikan perlindungan pada anak. Sementara, untuk pencegahan masih harus ditingkatkan dan berbenah. Perjalanan pencegahan ini akan panjang dan berat, maka dari itu diperlukan kolaborasi serta komitmen berbagai pihak.Â