Mohon tunggu...
Nawiroh Vera
Nawiroh Vera Mohon Tunggu... -

Hanya seseorang yang cinta perdamaian dan persatuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tradisi Mudik, Perlukah dipertahankan?

15 Juli 2015   21:47 Diperbarui: 15 Juli 2015   22:02 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mudik identik dengan lebaran, adapun makna mudik itu sendiri adalah pulang menuju kampung halaman, berkumpul bersama keluarga meluapkan kerinduan. Kalau ditelusuri lebih dalam fenomena mudik muncul akibat banyaknya masyarakat perantau yang meninggalkan kampung halaman di pedesaan atau kota kecil baik dari Pulau Jawa maupun luar Jawa menuju kota-kota besar untuk mencari rezeki guna memperoleh kehidupan yang lebih layak. Pembangunan yang tidak merata dan terfokus hanya di perkotaan menyebabkan ketimpangan ekonomi. Sulitnya memperoleh pekerjaan dan tidak tersedianya lapangan kerja yang memadai di daerah.


Para perantau inilah yang tiap tahun berusaha pulang ke kampung halamannya untuk merayakan hari raya Idul Fitri bersama orang tua, sahabat, dan sanak keluarga. Demikian pula sebaliknya, di saat-saat lebaran itu merupakan kesempatan yang paling ditunggu dan dinantikan orang tua untuk bertemu dengan anak anaknya. Melalui pertemuan komunikasi langsung itu dimanfaatkan untuk mengetahui eksistensi kehidupan anak mereka di perantauan. Selain itu pula kesempatan orang tua untuk memberi maaf, doa restu secara langsung agar anaknya dapat hidup sejahtera, sehat wal'afiat mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa. Momentum sungkem digunakan mereka meminta maaf atas segala kesalahan, kekhilafan yang telah dibuat baik yang disengaja maupun tidak.
Momentum yang berikutnya yang juga sangat dinanti-nanti para pemudik yang di kota besar menjalani rutinitas kerja dan macet adalah melepas penat, beristirahat di kampung serta bertemu teman-teman semasa kecil dan remaja. Makan bersama, saling melepas rindu atau reunian, mereka semua bisa jadi berpencar di berbagai kota yang berbeda, nah...saat mudik inilah kesempatan untuk temu kangen. Setiap orang pasti mempunyai kenangan di masa kecil, hal-hal inilah yang ditunggu oleh orang yang mudik lebaran.


Mudik lebaran sudah menjadi tradisi yang kuat pada masyarakat Indonesia, sudah berakar dan sulit untuk diubah. Terjadi pro dan kontra dalam menyikapi tradisi mudik ini. Memang tidak dapat disangkal bahwa pulang kampung adalah sarana bagus pemelihara dan pengerat tali kekeluargaan dan persahabatan. Tapi jika perjalanan pulang kampung itu dilakukan disaat jutaan orang berbuat hal serupa menggunakan semua jalan umum yang ada untuk datang ketujuan masing-masing maka akan muncullah segala hal yang tidak diinginkan.

Mudik bisa dilihat dari dua prespektif, yaitu segi negatif dan positif;
Positif :
- Melestarikan sifat kekeluargaan
- Menciptakan nilai solidaritas dan harmoni sosial
- Berkontribusi bagi perekonomian daerah asal pemudik, biasanya pemudik mengalirkan uang milyarn rupiah ke dareah asalnya.
- Secara nasional juga menggerakkan roda perekonomian melalui jalur transportasi, perdagangan, rumah makan, tempat isata dll.

Negatif
- Melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, tiket angkutan/transportasi
- Rumaah yang ditinggalkan rawan pencurian dan perampokan
- Kemacetan di jalur mudik, mengakibatkan waktu terbuang sia-sia
- Banyak pengeluaran yang tidak penting, mubazir.
- Meningkatnya angka kecelakaan di jalan raya.
- Meningkatnya arus urbanisasi pasca lebaran karena kawan atau saudara yang mudik akan membawa orang desa ke kota.
Mudik memerlukan biaya yang tinggi, terkadang orang yang tidak mampu memaksakan diri dengan menggadaikan barang miliknya atau berhutang.
Jika kita sikapi masalah-masalah tersebut di atas maka masih perlukah tradisi mudik dipertahankan?


Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun