Mari menundukkan kepala, merendahkan hati dan mengenang Affan Kurniawan.
Dan tak lupa terus mengingatkan bahwa akar masalah terjadinya demontrasi ini adalah kebijakan pemerintah dan DPR akhir-akhir ini yang tidak pro rakyat, minimnya empati para pemimpin kita terhadap kondisi rakyat. Dan solusinya harusnya pemerintah dan wakil rakyat yang terhormat sudah harus tahu, tentunya jika masih menggunakan hati dan nurani, jika tidak maka sudah tidak ada lagi yang di harapkan dari demokrasi negeri ini.
Langit senja Jakarta 28 Agustus 2025 terlihat murung. Mendung menggantung. Udara panas, namun langit kelabu. Ada ribuan orang berteriak di depan gedung DPR. Ada sirene. Ada gas air mata. Ada derap sepatu aparat.Â
Di tengah hiruk-pikuk itu, seorang ojol bernama Affan Kurniawan. Ia tidak bawa spanduk. Tidak ikut demo. Tidak teriak slogan. Ia hanya melintas. Mungkin habis antar pesanan. Mungkin mau pulang. Tapi di situlah ajal menjemputnya. Sebuah mobil aparat melintas kencang. Tubuhnya tergilas. Helmnya terpental. Ia meninggal di jalan yang setiap hari ia lewati untuk mencari rezeki.
Kabar itu menyebar secepat cahaya. Grup WhatsApp ojol ramai. Telegram mereka penuh notifikasi. Nama Alfan mendadak jadi milik semua orang. Malam itu, ribuan ojol berkumpul. Besoknya, mereka tumpah ruah di jalanan Jakarta. Lautan jaket hijau mengawal jenazahnya. Motor-motor berderet panjang. Klakson bersahut-sahutan.
Itu bukan sekadar iring-iringan duka. Itu pernyataan sosial. Pesan diam, kami ada. Kami solid. Dan melihat konvoi itu nampak ribuan ojol menutup jalan protokol. Orang-orang berhenti di pinggir jalan. Banyak yang merekam. Banyak yang menitikkan air mata. Ada haru. Ada juga getar ketakutan, ternyata mereka bisa sebesar ini.
Fenomena itu membuat kita semua bertanya, apakah kita sedang menyaksikan lahirnya civil society baru?
Selama ini kita mengenal civil society: LSM, serikat buruh, organisasi mahasiswa, kelompok keagamaan. Tapi kini muncul wajah baru. Mereka bukan aktivis. Bukan mahasiswa. Bukan buruh pabrik. Mereka adalah driver ojek online atau kita kenal ojol.
Kenapa ojol?