Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan lebih dari 17 ribu pulau dan garis pantai sepanjang 108 ribu kilometer. Potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki negeri ini sangat besar, mulai dari kekayaan ikan di perairan laut, ekosistem terumbu karang, hingga cadangan sumber daya non hayati yang terkandung di dasar laut. Namun, potensi besar ini sekaligus menjadi sasaran empuk berbagai bentuk pelanggaran, baik oleh pelaku domestik maupun asing.Â
Sejarah panjang pengelolaan kelautan dan perikanan di Indonesia menunjukkan betapa peliknya persoalan ini. Berulang kali, aparat pengawas laut harus berjibaku dengan praktik penyelundupan benih bening lobster (BBL), pencurian pasir laut, penjarahan benda muatan kapal tenggelam (BMKT), hingga praktik illegal fishing oleh kapal asing.
Penyelundupan BBL menjadi fenomena menahun yang terus membayangi pengelolaan perikanan. Benih lobster yang harga pasarnya di Vietnam dan Tiongkok bisa mencapai ratusan ribu rupiah per ekor, menjadi komoditas dengan nilai ekonomi tinggi.Â
Kasus demi kasus terungkap: ratusan ribu ekor benih yang diamankan di bandara, penyelundupan melalui jalur laut kecil di perbatasan, hingga keterlibatan jaringan internasional yang begitu rapi. Modus operandi para pelaku pun beragam.Â
Ada yang menggunakan jalur darat dan laut, ada pula yang memanfaatkan celah regulasi dengan kedok budidaya. Skala keuntungan yang menggiurkan membuat sindikat penyelundupan ini seolah tidak pernah kapok, meskipun berkali-kali terungkap.
Pencurian pasir laut juga menjadi tantangan besar. Pasir laut yang diekspor ke Singapura misalnya, digunakan untuk reklamasi. Indonesia pernah mengalami kerugian besar akibat praktik ini, bukan hanya dari sisi ekonomi, melainkan juga dari sisi ekologi.Â
Pengrusakan habitat biota laut, perubahan arus, hingga abrasi pantai menjadi dampak nyata yang harus ditanggung masyarakat pesisir. Walaupun pemerintah sudah melarang ekspor pasir laut sejak 2003, praktik pencurian tetap berlangsung secara sembunyi-sembunyi. Ini menunjukkan betapa lemahnya deteksi dini terhadap pergerakan kapal dan transaksi ilegal di laut.
Kasus lain yang tidak kalah pelik adalah pencurian benda muatan kapal tenggelam (BMKT). Laut Indonesia yang dilalui jalur perdagangan dunia sejak abad pertengahan menyimpan ribuan bangkai kapal dengan muatan berharga, mulai dari keramik kuno, emas, hingga artefak bersejarah. Nilai ekonominya sangat fantastis. Namun, nilai sejarah dan ilmu pengetahuan yang terkandung di dalamnya jauh lebih besar.Â
Sayangnya, sejumlah kasus memperlihatkan bagaimana BMKT dicuri dengan menggunakan teknologi canggih, bahkan melibatkan kapal berbendera asing. Ketidakmampuan kita memantau secara menyeluruh wilayah laut membuat kekayaan sejarah itu berpindah tangan secara ilegal.