Bogor, Jawa Barat --- Dua siswa SMA Islam HASMI, Muhammad Januar Wicaksono (18) dan Muhammad Abas (17), mempublikasikan temuan riset pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) 2025 berjudul "Meretas Stigma Negatif Tanaman Tembakau melalui Studi Bioinformatika (Network Pharmacology dan Molecular Docking) Potensi Neuroprotektif Nicotiana tabacum L. sebagai Terapi Preventif pada Penyakit Neurodegeneratif (Alzheimer)". Intinya, keduanya mencoba melihat tembakau bukan dari sisi rokok, melainkan dari sisi ilmiahnya.
Penelitian dilakukan di laboratorium komputer sekolah selama April--September 2025 dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami. Mereka mengumpulkan data dari berbagai pangkalan data, lalu memakai perangkat lunak untuk "menjodohkan" senyawa alami dalam tembakau dengan protein-protein di otak yang berhubungan dengan Alzheimer. "Kami memakai pendekatan berbasis komputer supaya hemat biaya dan bisa menyaring kandidat terbaik lebih cepat," kata Januar. "Kalau diibaratkan, kami membuat peta besar di satu sisi ada ratusan senyawa alami, di sisi lain ada target-target penyakit. Kami cari jalur yang paling mungkin saling terhubung."
Dari pemetaan awal, tim menemukan ratusan senyawa dalam tembakau dan menyeleksinya menjadi puluhan kandidat yang terlihat paling menjanjikan. Setelah itu, kandidat-kandidat ini "dicoba" secara virtual pada beberapa target yang dikenal dekat dengan penurunan memori dan proses peradangan pada Alzheimer. "Hasil awal menunjukkan ada beberapa senyawa yang kemelekatannya pada target otak cukup kuat, terutama yang berkaitan dengan enzim pemecah asetilkolin, yaitu zat kimia yang penting untuk daya ingat," jelas Abas. "Mudahnya, kami sedang mencari senyawa yang bisa membantu menjaga 'sinyal' antar sel saraf tetap lancar."
Pembimbing riset, Daffa' Rizal Dzulfaqaar Alauddin, S.Si., M.Si., menegaskan bahwa studi ini tidak ada hubungannya dengan promosi rokok, melainkan penelitian kandidat molekul obat dari sumber alam. "Kami fokus pada bahan alamnya, bukan produk tembakaunya. Ini riset kandidat molekul obat dari tanaman yang selama ini identik dengan stigma. Prinsip kami sederhana, yakni lihat datanya dan diuji dengan cara yang benar," ujarnya. Ia menambahkan, sekolah mendorong kolaborasi dengan perguruan tinggi dan laboratorium mitra agar tahap in-vitro dan in-vivo dapat segera ditempuh pada kandidat paling menjanjikan.
Mereka menyebut ada tiga jalur yang paling penting, yaitu jalur yang terkait daya ingat, jalur peradangan, dan jalur komunikasi sinyal di otak. "Kalau Alzheimer itu pintunya banyak, kami ingin mencari kunci yang bisa membuka beberapa pintu sekaligus," kata Januar. "Itulah kenapa kami memilih pendekatan jaringan, bukan satu target saja." Sekolah menyambut baik capaian ini karena memberi contoh bahwa riset bisa dimulai dari fasilitas yang ada, selama metodologinya rapi dan sikap ilmiahnya dijaga. "Kami ingin anak-anak belajar kritis pada data dan peka terhadap dampak kesehatan publik," kata Daffa'.
Bagi Januar dan Abas, tampil di OPSI 2025 adalah langkah awal untuk membuktikan bahwa penelitian siswa SMA dapat memberi sumbang saran pada isu besar seperti penuaan otak. "Harapan kami sederhana," tutup Abas. "Semoga temuan awal ini bisa menginspirasi riset lanjutan yang benar-benar bermanfaat, terutama bagi keluarga yang sedang berjuang melawan demensia."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI