Mohon tunggu...
Natalia Sri Suyanti
Natalia Sri Suyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Analisis Peran Komunitas Grab Queen dalam Advokasi Kesetaraan Gender Melalui Media Sosial: Studi Kasus di Kota Malang

4 Juli 2025   10:55 Diperbarui: 4 Juli 2025   10:59 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gender equality (sumber: pexels.com)

Kesetaraan gender merupakan salah satu tujuan utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada tujuan ke-5 yang menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan dan anak perempuan. Meskipun Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam pemberdayaan perempuan, ketimpangan gender masih menjadi tantangan besar, terutama di sektor informal seperti transportasi daring. Di sektor ini, perempuan pengemudi transportasi online kerap menghadapi diskriminasi, stereotip gender, pelecehan, dan minimnya perlindungan kerja.

Latar Belakang dan Konteks Isu

Di tengah tantangan tersebut, muncul inisiatif komunitas Grab Queen di Kota Malang. Komunitas ini terdiri dari para pengemudi perempuan yang secara aktif memperjuangkan hak dan perlindungan mereka sebagai pekerja informal sekaligus perempuan. Mereka memanfaatkan media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram untuk memperluas jangkauan kampanye kesetaraan gender, membangun solidaritas, serta menciptakan ruang aman bagi anggotanya.

Masyarakat Indonesia yang masih kental dengan budaya patriarki seringkali memandang pekerjaan pengemudi ojek online sebagai pekerjaan maskulin. Hal ini menimbulkan stigma dan resistensi, baik dari lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sesama pengemudi laki-laki. Kondisi inilah yang mendorong terbentuknya komunitas Grab Queen sebagai respons terhadap ketidaksetaraan dan kebutuhan akan dukungan kolektif.

Teori dan Strategi Komunikasi

Komunikasi pembangunan menjadi landasan teoretis penting dalam gerakan ini. Pendekatan partisipatif dan horizontal memungkinkan perempuan pengemudi untuk menjadi aktor utama perubahan sosial, membangun solidaritas, dan menyuarakan aspirasi mereka secara kolektif. Teori gender dan ketimpangan struktural juga menyoroti bahwa tantangan yang dihadapi perempuan di sektor ini bukan hanya bersifat personal, tetapi juga struktural mulai dari kebijakan perusahaan yang belum sensitif gender hingga kurangnya perlindungan hukum bagi pekerja informal perempuan.

Media sosial berperan strategis dalam advokasi komunitas Grab Queen. Melalui berbagai platform, mereka membagikan pengalaman, memperkuat jaringan, membentuk opini publik, dan menekan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan. Narasi personal tentang diskriminasi, pelecehan, maupun keberhasilan menjadi pengemudi perempuan menjadi inti komunikasi yang efektif dalam membangun kesadaran kolektif dan mengedukasi publik.

Aktor dan Relasi Kuasa

Aktor utama dalam komunitas ini adalah para pengemudi perempuan itu sendiri, didukung oleh struktur komunitas dan pemimpin informal yang berperan sebagai fasilitator dialog dan perancang strategi komunikasi eksternal. Di luar komunitas, terdapat aktor institusional seperti perusahaan Grab, media massa, dan pemerintah lokal. Relasi kuasa antara komunitas dan institusi ini bersifat asimetris, namun strategi komunikasi yang tepat memungkinkan komunitas untuk memengaruhi opini publik dan membuka ruang negosiasi yang lebih setara.

Tantangan yang Dihadapi

Komunitas Grab Queen menghadapi tantangan besar, baik dari sisi budaya maupun struktural. Resistensi budaya dan patriarki masih kuat, sehingga stigma sosial terhadap perempuan pekerja kerap muncul dari lingkungan terdekat. Selain itu, sistem kerja digital di perusahaan transportasi daring belum sepenuhnya responsif terhadap kebutuhan perempuan, seperti fitur keamanan khusus atau perlindungan hukum saat terjadi pelecehan. Keterbatasan literasi digital di kalangan anggota komunitas juga menjadi hambatan dalam optimalisasi strategi komunikasi digital.

Kesimpulan 

Komunitas Grab Queen di Kota Malang menjadi contoh nyata bagaimana media sosial dapat dimanfaatkan sebagai alat advokasi dan pemberdayaan perempuan di sektor informal. Melalui strategi komunikasi yang partisipatif, komunitas ini mampu membangun solidaritas, memperjuangkan hak, serta menantang struktur sosial yang tidak adil. Namun, perjuangan mereka masih dihadapkan pada tantangan besar, baik dari sisi budaya, struktural, maupun teknologi. Upaya berkelanjutan dan dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk memperkuat gerakan kesetaraan gender di Indonesia.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun