Apakah seluruh produk harus diperhatikan secara merata? Apakah seluruh produk memberikan kontribusi laba yang sama? Apakah memiliki sumber daya yang cukup untuk mengelola seluruh produk yang ada? Beragam pertanyaan inilah yang mendorong perusahaan untuk memanfaatkan prinsip pareto dalam pengelolaan stock.
Pareto adalah fokus kepada 20 persen produk tetapi memberikan kontribusi margin sebesar 80 persen. Tapi bagaimana menentukan ukuran 20 persen produk yang harus difokuskan? Banyak ukurannya, biasanya kontribusi terhadap sales dan gross marginnya dalam kondisi normal bukan seasonal.
Misalnya, berdasarkan analisa Pareto terdapat 300 item produk yang kontribusi salesnya dan marginya terbesar, diberi kode A. 500 item produk  dengan klasifikasi medium, diberi kode B. 200 item dengan klasifikasi rendah, diberi kode C.
Bagaimana sistem informasi teknologi dapat membaca klasifikasi pareto tersebut? Klasifikasi tersebut harus dimasukan ke database. Master produk tidak hanya memuat Kode Barang, Nama Barang, Departemen, Unit dan Supplier saja, tetapi juga memasukkan klasifikasi hasil analisa pareto.
Kode klasifikasi Pareto yang berkode A, B dan C, diinput di master barang, sehingga seluruh perfomance  penjualan dan stock terfokus pada produk yang berkode A dalam klasifikasi Pareto.
Out Of Stock, Service Level, Dead Stock, Sales per Days, Pemusnahan dan barang hilang difokuskan pada produk yang berklasifikasi A. Perhatikan keseharian operasional terfokus pada yang klasifikasi A.
Klasifikasi produk berdasarkan analisa pareto ini harus direviuw secara periodik. Bisa jadi terjadi pergeseran klasifikasi pareto.