Ali bin Abi Thalib lahir dari keluarga miskin. Orang tuanya, Abi Thalib keturunan Abdul Muthalib. Dari keluarga Abdul Muthalib, Abi Thalib merupakan anak yang termiskin.
Ketika Kakek Rasulullah saw meninggal, Rasulullah saw lebih memilih tinggal bersama pamanya Abi Thalib dibandingkan dengan yang lainnya. Walau miskin, namun Abi Thalib cukup berpengaruh di Mekkah.
Hidup bersama Abi Thalib membuat insting bisnis Rasulullah saw semakin terasah dan menjadi saudagar kaya dan terpercaya. Karena Rasulullah saw sering diajak berdagang hingga ke Syam sejak masih kecil.
Ketika Rasulullah saw menikah, untuk meringankan beban pamanya Abu Thalib, Rasulullah saw mengajak anak Abi Thalib nya yaitu Ali untuk bersamanya. Rasulullah saw menjadi orang tua asuh bagi Ali.
Setelah itu hidup kehidupan Ali bersama Rasulullah saw dalam rangka menopang dakwah Rasulullah saw.
Lihat peristiwa Hijrah, peran Ali untuk mengelabuhi kafir Quraisy agar mereka terkecoh bahwa Rasulullah saw masih tetap didalan rumah.
Fokus Ali adalah menuntut ilmu kepada Rasulullah saw juga berjihad. Menurut sejarah selama peperangan di masa  Rasulullah saw masih ada, Ali hanya absen sekali dalam peperangan.Â
Dengan fokusnya seperti ini maka Ali termasuk sahabat yang miskin. Saat melamar Fatimah, Ali tak memiliki apa apa kecuali baju besi pemberian Rasulullah saw.
Kisah Ali mencari nafkah dan Fatimah yang menumbuk dan memasak gandum sendiri. Hingga Fatimah mengadu kepada Rasulullah saw agar diberikan pembantu di rumahnya. Namun Rasulullah saw hanya memberikan wirid Dzikir pada Ali dan Fatimah. Sebuah kisah kemiskinan Ali dan Fatimah.
Namun ditengah kemiskinan Ali, tetap mulia. Ali termasuk kuncinya Ilmu Rasulullah saw, panglima perang dalam penaklukan tempat dan beragam benteng.Â
Kemiskinan Ali tak pernah membuatnya hilang dari kiprah dan peredaran ilmu, peradaban dan jihad. Kemiskinan bukan penyebab kehinaan dan merendahkan diri.