Setelah tidak naik selama lebih dari sepuluh tahun, pemerintah kabupaten Pati Jawa Tengah menaikkan pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250%. Sebenarnya nilai kenaikan tersebut masih masuk akal mengingat sudah cukup lama tidak ada kenaikan. Apalagi nilai jual obyek pajak selama sekian puluh tahun pasti naik secara signifikan.
Kalaupun proporsi kenaikan dinilai masyarakat terlalu tinggi seharusnya pemerintah membuka ruang untuk bicara. Di tengah kondisi ekonomi yang kurang baik saat ini, kenaikan PBB, serta berbagai pajak dan retribusi merupakan isu sensitif bagi masyarakat.
Pemerintah seharusnya memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Apalagi ketika sebagian masyarkat sudah jelas-jelas menyatakan keberatannya.
Sayang sekali, bupati sebagai pihak yang berwenang tidak bijaksana dalam merespon keluh-kesah warganya. Sebaliknya, sang bupati justeru merespon dengan memamerkan arogansinya. Bupati justeru secara arogan menantang masyarakat untuk berdemonstrasi, "Jangankan 5 ribu orang, 50 ribu kami tidak gentar", demikian kurang lebih tantangannya.
Rekaman di hadapan media tersebut dengan cepat tersebar di tengah masyarakatnya sendiri. Ketika masyarakat bergerak cepat merespon tantangan tersebut, sang bupati bukan minta maaf, melainkan membuat berbagai framing dukungan, seperti melalui video-video warga dan aparat yang menyatakan mendukung kebijakan bupati.
Penggalangan massa yang awalnya dipandang remeh, rupanya mendapat dukungan masyarakat yang semakin luas dan mulai membuat ciut nyali bupati. Meski demikian ucapan permintaan maafnya masih mengekspresikan keangkuhan seakan masalah selesai dengan permintaan maaf ala kadarnya, yang itupun masih disertai ekspresi arogan dan tidak tampak ada ketulusan.
Hal ini terlihat dari  upaya bupati yang mengancam aparat agar tidak mendukung aksi tersebut. "Orang-orang" bupati juga turun ke lapangan dan secara arogan menghardik para aktivis bahkan menyita hasil donasi.
Setelah gagal melakukan pendekatan represif, bupati baru melunak dengan mencabut keputusan soal kenaikan PBB. Bupati juga melibatkan LSM tertentu untuk turut menyuarakannya agar masyarakat mengentikan aksi massa, tetapi sepertinya terlambat.
Tindakan-tindakan bupati sebelumnya telah membuktikan bahwa dia tidak punya itikad baik memperbaiki hubungan dengan warganya. Bahkan saat bupati mencoba turun ke lapangan, masyarakat menyambutnya dengan tidak respek.
Respon bupati sampai detik-detik terakhir membuat masyarakat semakin yakin bahwa pemimpin daerahnya bukan orang yang baik dan bisa dipercaya. Praktik-praktik balas dendam sangat mungkin terjadi bila orang seperti ini terus diberi kesempatan untuk terus memimpin daerahnya. Hal ini semakin dikuatkan dengan tersebarnya video ancaman sang bupati di awal-awal masa kepemimpinannya. Â
Itu sebabnya, tuntutan masyarakat bukan lagi soal kenaikan PBB, tetapi soal ketidakpercayaan pada seseorang untuk menjadi pemimpin. Dapat dipahami bila tuntutan masyarakat kini berkembang menjadi gerakan melengserkan bupati.