Setelah heboh dengan kebijakan aneh PPATK, pemerintah kembali membuat kebijakan kontroversial. Di saat masyarakat menaruh harapan besar pada pemerintahan kali ini akan mampu memberantas korupsi, secara mengejutkan presiden justeru menghadiahkan penghapusan dosa (amnesti) terhadap koruptor yang sudah jelas-jelas divonis bersalah dan penghentian proses hukum (abolisi) terhadap tersangka korupsi yang sedang dalam proses peradilan.
Apapun dalih yang dikemukakan pemerintah, tentu saja kebijakan ini mengundang reaksi negatif dari mayoritas netizen. Sekalipun banyak framing dibangun untuk membenarkan keputusan ini, tapi kolom-kolom komentar media massa dan media sosial penuh dengan ungkapan kekecewaan masyarakat atas keputusan aneh kali ini.
Normalnya Amnesti dan Abolisi
Memberi amnesti dan abolisi memang hak presiden, apalagi keputusan ini juga dikonsultasikan dan disetujui DPR. Masalahnya bukan pada aspek legalitas dan proseduralnya, melainkan alasan moral mengapa dan pada siapa amnesti dan abolisi diberikan.
Normalnya, amnesti dan abolisi diberikan karena alasan khusus dan mulia bukan diberikan secara asal-asalan layaknya membagi-bagi tiket gratis bebas penjara. Amnesti dan abolisi biasanya diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atau sekelompok orang sebagai ekspresi kenegarawanan dan komitmen kebangsaan yang bernilai mulia.
Sebagai misal, demi alasan menjaga persatuan, perdamaian, kebangsaan dan kenegaraan, pemerintah memberi amnesti dan abolisi terhadap mantan pemberontak, seperti pada kasus PRRI, GAM dan anggota KKB Papua yang kembali ke pangkuan NKRI. Sebagai bagian dari resolusi konflik dan rekonsiliasi, mereka dibebaskan dari jerat hukum dan dipulihkan harkat serta martabatnya sehingga dapat kembali ke tengah masyarakat secara damai dan terhormat.
Amnesti dan abolisi merupakan bagian dari instrumen rekonsiliasi dalam penyelesaian konflik di level negara dan bangsa. Amnesti dan abolisi digunakan sebagai salah satu cara memberikan imbal balik dan penghargaan atas komitmen “mantan musuh negara” yang kembali bersedia menjaga keutuhan negara secara damai dan manusiawi.
Kalaupun diberikan kepada narapidana, grasi, amnesti dan abolisi diberikan karena pertimbangan-pertimbangan manusiawi dan dapat diterima oleh semua pihak. Grasi, amnesti dan abolisi bukan diberikan karena kepentingan politik sesaat karena sudah pasti menimbulkan kegaduhan.
Demi kepentingan negara dan bangsa, amnesti dan abolisi kadang juga menjadi sarana menjaga relasi antar bangsa. Melepas tawanan perang, tahanan atau narapidana asing kadang menjadi pilihan politik antara negara yang memungkinkan hubungan antar negara terjalin harmonis.
Jadi Alat Politik
Mengingat begitu mulianya amnesti dan abolisi, pemerintah tidak seharusnya asal-asalan membagi-bagi amnesti dan abolisi sesuka hati tanpa alasan yang benar-benar urgen dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan. Amnesti dan abolisi bukan tiket gratis yang sepantasnya dibagi-bagi untuk melepaskan seseorang dari jerat hukum, apalagi demi membebaskan koruptor di luar proses hukum yang sah.