Mohon tunggu...
Narwan Eska
Narwan Eska Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemahat Rupadhatu

Berkelana di belantara sastra, berliterasi tiada henti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Botoh

14 Agustus 2019   08:38 Diperbarui: 14 Agustus 2019   08:45 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bojonegoro.com/2017/10

Kang Jiman begitu yakin jago kadesnya akan menang dalam coblosan nanti. Selain karena Pak Harno --jagonya itu- masih terhitung muda, punya titel sarjana, tetapi juga banyak bisnisnya. Maka Kang Jiman berkeyakinan akan dapat uang banyak dari Pak Harno. Bukankah hanya dia botoh yang dipercaya oleh Pak Harno?

"Pokoknya, Kang Jiman saya percaya sebagai tim sukses saya. Nanti setiap biting saya hargai empat puluh ribu, saya tambah biaya operasional Kang Jiman dalam mengumpulkan pendukung. 

Tapi ingat, bila saya menang, bila tidak ya otomatis saya hanya mengganti sejumlah suara yang memilih saya dikalikan dua puluh ribu saja. Sepakat? Tanpa hitam di atas putih lho?!"

"Saya sepakat, Pak. Setuju! Saya akan mengumpulkan pendukung Bapak. Bapak tahu, saya ini botoh yang berani nggetih untuk menjadikan seseorang menjadi kades. Bukankah kades yang kemarin juga saya pendukung utamanya?"

"Ya Kang Jiman. Saya tahu. Tapi hati-hati, sekarang ini botoh seperti Bapak sangat sulit bergerak. Banyak money politic yang dijalankan seorang calon kades, tapi justru jadi bumerang."

"Saya selalu cermat. Bapak juga tahu bagaimana sepak terjang saya dalam pilkades yang dulu. Rapi, cermat, akhirnya sukses dan termasuk pencalonan Romo Jiwo, ayah Pak Harno sendiri waktu itu. Ya hitung-hitung kerjaan setiap ada pilkades to Pak Har?"

Begitu percakapan Kang Jiman dengan Pak Harno. Calon kades ini memang masih muda, namun sebetulnya dalam pencalonan kades kali ini, bukan tulus dari nuraninya. Pak Harno memang punya maksud tertentu untuk mengembalikan harta ayahnya yang ludes karena ditipu para botoh dan pendukungnya dulu. Bahkan akibat menjadi kades, ayahnya semakin hari semakin menyusut kekayaannya. 

Jadi kades memang banyak nomboknya waktu itu di desanya. Maka Harno muda berpikiran, daripada tidak mendapat apa-apa, dia minta modal untuk berbisnis, tapi kegemaran judinya membuat dia sulit dalam berbisnis.

Setelah menikah, Harno mandiri. Bisa berbisnis dan menjadi orang terpandang di desanya. Maka tidak heran banyak orang yang menjagokan dirinya sebagai kades di desanya. Saat tepat untuk mengembalikan kekayaan orangtuanya. Begitu pikirnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun