Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Langkah yang Sudah Terlanjur Dipilih

29 Mei 2025   17:54 Diperbarui: 17 Juni 2025   18:10 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalur pendakian Mt. Kawnadjang 2651 MDPL. (Dok. Pribadi)

Berawal dari keputusan sederhana, ikut muncak bersama rekan-rekan ke Gunung Kawinadjang, 2.651 MDPL via Cukal Bendosari, Pujon (26/05/2025). 

Awalnya terasa biasa saja. Kegiatan yang sudah beberapa kali dilakukan, jadi tidak banyak pertimbangan. Tapi jalur ini ternyata beda. Kemiringan 85 derajat, trek yang licin, dan medan yang benar-benar menguras tenaga, belum separuh perjalanan, kaki sudah mulai bicara.

Keram datang pertama kali di paha kiri. Lalu kanan. Lalu dua-duanya. Dalam total, tujuh kali. Dan seolah belum cukup, badai tiba-tiba datang, angin kencang, kabut tebal, dan hujan dingin yang menusuk. Tanpa mantel, tanpa naungan. Satu-satunya pelindung cuma baju yang sudah basah sejak beberapa jam lalu.

Tubuh lelah, otot menolak diajak kompromi, dan yang tersisa cuma duduk di jalur, pasrah, diam... berharap badai segera mereda. Tapi nyatanya tidak. 

Mental mulai goyah. Kaki tidak bisa digerakkan tanpa sakit, dan kepala mulai mempertanyakan segalanya, "Apa keputusan untuk mendaki ini salah?"

Aneh ya, kadang kita yang memutuskan sendiri, tapi kita juga yang paling sering ragu. Sudah memilih jalan, sudah melangkah, tapi hati masih sibuk bertanya. 

Padahal langkah pertama itu sudah mengubah banyak hal. Dunia mulai menyesuaikan. Satu pilihan kecil bisa menggerakkan arah-arah yang belum kelihatan sekarang, tapi sedang bekerja diam-diam.

Masalahnya bukan pada pilihannya, tapi pada kebiasaan kita yang terlalu ingin semuanya pasti. Hidup jarang sekali kasih kepastian di awal. Yang ada justru pertanyaan, ragu, dan ruang kosong yang harus diisi sambil jalan. Kita ini terlalu ingin semua jelas dulu sebelum berani bergerak, nyatanya sebagian besar jawaban justru muncul setelah kita berani.

Memang begitu cara hidup bekerja. Bukan soal menunggu yakin seratus persen, tapi tentang keberanian buat melangkah meski masih samar-samar. Karena percaya atau tidak, keraguan itu bagian dari perjalanan. Rasa takut adalah tanda kalau kita sedang masuk ke wilayah baru dan itu justru bagus. Itu tandanya kita tumbuh.

Kadang kita berharap bisa mengulang, bisa membalik waktu, bisa memilih ulang. Tapi kalau semua bisa diulang sesuka hati, hidup ini tidak akan punya arti. Kita tidak akan belajar apa pun. Yang bikin pilihan punya bobot justru karena dia tidak bisa ditarik balik. Karena saat memutuskan sesuatu, kita sedang bilang ke diri sendiri "Aku siap menanggung segala bentuk kemungkinan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun