Mohon tunggu...
Politik

Reklamasi Diambang Tanda Tanya

4 September 2016   23:03 Diperbarui: 4 September 2016   23:12 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Walaupun skandal izin reklamasi pulau G (Pluit City) melibatkan pengembang PT. Muara Wisesa Samudra (PT.MWS), anak perusahaan PT. Agung Podomoro Land (PT.APL)  yang menyebabkan proyek  tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall/ Outer Sea Wall) terhenti, namun tetap menjadi perhatian masyarakat khususnya para penduduk yang tinggal di ibukota.

Mega proyek reklamasi pulau-pulau buatan di pesisir pantai diteluk Jakarta atau yang sebelumnya bernama JCDS (Jakarta Coastal Defence Strategies) kemudian berganti nama menjadi tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall/ Outer Sea Wall), merupakan penimbunan teluk dengan tujuan pengembangan 17 pulau buatan yang membentuk burung garuda (lambang negara Indonesia) yang dinilai hanya menjadi pemuas kepentingan ekonomis saja yang hanya memihak kepada kaum borjuis yang ikut bermain di sektor properti.

Pembangunan ini menghasilkan efek politik yang beragam dari berbagai kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat yang pro dengan pembangunan ini beranggapan bahwa Jakarta butuh reklamasi karena berbagai alasan mendesak, antara lain Jakarta harus membangun tanggul raksasa (Giant Sea Wall) untuk mencegah banjir, laut Jakarta sudah terlalu kotor, dan pembangunan hunian-hunian mewah harus tetap dilakukan untuk meningkatkan perekonomian kota. Kubu pro yang terdiri atas Gubernur DKI Jakarta Ahok, ingin mewujudkan Jakarta baru, Jakarta yang bersih, rapi, modern, nyaman dan aman. Namun, apakah anggapan yang dilontarkan oleh kubu pro ini benar? Apakah impian Kota Jakarta menjadi kota baru benar benar terwujud dengan adanya pembangunan ini? Kubu kontra mengatakan hal yang sebaliknya.

Seperti yang dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID, -- Pakar oseanografi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Koropitan menilai proyek reklamasi 17 pulau di sepanjang Pantai Utara Jakarta sebaiknya dihentikan. Ini karena proyek tersebut lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Dalam melakukan pembangunan seharusnya tidak boleh hanya berpihak pada satu aspek saja. Jangan hanya berfikir kepada investor asing yang berdatangan yang kemudian mencipratkan keuntungkan kepada kita, tapi pikirikan juga dampak terhadap lingkungan. Penimbunan teluk akan menyebabkan sedimentasi yang berakibat pada kenaikan permukaan air laut. Jelas bahwa anggapan pembangunan sebagai pencegah banjir itu keliru, bukanya mengurangi malah menengelamkan.

Dari aspek sosial dilihat dari  kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian besar adalah petani tambak, nelayan atau buruh. Dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi ikan yang ada di laut sehingga berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang menggantungkan hidup kepada hasil laut. Sejumlah nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, yang tergabung dalam“Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta” melakukan unjuk rasa di Gedung Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2016).

Ekosistem laut pesisir pantai juga rusak akibat reklamasi ini, kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati dan hewani laut. Keanekaragaman laut yang diperkirakan akan punah akibat proyek reklamasi itu antara lain berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, punahnya spesies ikan, kerang, kepiting, dan spesies bawah laut lainya. 

Memang keuntungan dari pembangunan ini meningkatkan ekonomi negara, namun apakah dengan mengorbankan ibukota yg mungkin akan tenggelam oleh efek jangka panjang yang ditimbulkan? serta ekologi bawah laut yg rusak sehingga mata pencaharian nelayan terancam hilang, membuat negara kita semakin kaya?

DAFTAR PUSTKA

Anonim.

http://news.okezone.com/read/2016/08/30/338/1476847/soal-reklamasi-teluk-jakarta-nelayan-unjuk-rasa-di-pttun-jakarta . 1 September 2016. 20:00 WIB

DATA DIRI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun