Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pacaran Jarak Jauh, Sudah Menikah Kok Masih Berjauhan Juga?

18 Februari 2013   18:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:05 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjalani 3 tahun pacaran jarak jauh (malang-korea) dan memasuki tahun ke 4 pernikahan jarak jauh (Malang-Bengkulu) membuat saya "kenyang" dengan pertanyaan "Kok, bisa?" Ya bisa lah, buktinya sudah 7 tahun ini dan alhamdulillah semua berjalan baik-baik saja.

Emang nggak ada masalah tuh dari mulai pacaran, bahkan sampai sudah menikah masih juga jauh-jauhan?

Masalah pasti ada. Orang hidup pasti bakal ketemu masalah, justru dari cara menyikapi masalah itu lah terlihat tingkat kedewasaan seseorang dalam menjalani hidup.

Biasanya, masalah PERTAMA adalah komunikasi. Saat saya sedang perlu dan butuh dukungan moril, butuh tempat curhat, pasangan saya tak bisa dihubungi karena kendala sinyal atau sedang sibuk dengan pekerjaannya. Demikian pula sebaliknya. Hal ini sering memicu pertengkaran-pertengakaran kecil dimasa-masa awal hubungan kami. Pertengkaran yang dibumbui juga prasangka-prasangka buruk tentang pasangan. Kenapa tak bisa dihubungi? Sedang apa dia disana? Sedang bersama siapa?

Tapi lama kelamaan kami jadi makin matang dan saling bisa mengerti. Saya mulai ngerti kalau nelpon nggak diangkat, itu artinya dia sedang sibuk dengan pekerjaannya. Kalau pekerjaannya sudah longgar, dia pasti bakal telpon balik. Dia mulai ngerti, klo nelpon saya dan nggak diangkat, artinya saya sedang ngajar atau rapat. Saya memang tipe orang yang nggak mau bawa hp kalau sedang di kelas atau menghadiri rapat.

Kami juga pelan-pelan sadar bahwa waktu kebersamaan kami sedikit. Jadi janganlah waktu yang sedikit ini malah diisi dengan pertengkaran-pertengkaran yang sebenarnya hanya masalah salah paham dan praduga-praduga negatif.

Masalah KEDUA, adalah soal pengasuhan anak. Walau berjauhan, alhamdulillah kami sudah dikaruniai dua orang anak, usia 3 tahun dan 2 tahun. Nah, anak-anak ini pastinya butuh figur seorang ayah. Sementara saya tak mungkin bisa berperan sebagai ibu dan ayah sekaligus, seberapa pun kuat saya berusaha untuk memerankannya. Jadi solusinya bagaimana? Untuk masalah satu ini, terus terang hingga saat ini kami belum menemukan solusinya. Sering gamang, saat jalan-jalan sama anak-anak dihari minggu dan mereka lihatin anak-anak sebayanya digandeng oleh ayahnya, lalu anak saya berkata "Aku juga mau jalan-jalan sama papa"

Sejauh ini yang kami lakukan adalah memberi pengertian pada anak-anak bahwa papanya juga pengen bisa tiap hari ada serumah dengan mereka. Makan dan jalan-jalan bersama. Tapi sekarang kondisinya tidak memungkinkan. Jadi, kita harus sama-sama berdoa, semoga kita segera bisa tinggal serumah untuk selamanya. Nggak kayak sekarang, nggak bisa dipastikan kapan papanya pulang. Alhamdulillah anak-anak mulai mengerti juga bahwa posisi papanya jauh, harus nyebrang pulau, harus naik pesawat kalau mau pulang. Alhamdulillah juga anak-anak sudah bisa telpon, jadi kalau kangen mereka tinggal telpon aja. Jadi ada hp khusus yang biasanya dipakai anak-anak buat telpon suami, sehingga suami bisa tahu saya atau anak-anak yang pengen ngobrol dengannya. Saya dan suami juga membuat kesepakatan, sesibuk apapun dia disana, kalau anak-anak yang telpon, harus diangkat.

Masalah KETIGA, adalah soal nafkah batin. Nah, yang ini susah menjelaskannya. Dan karena kompasiana ini forum umum, saya nggak bisa menjelaskan bagaimana kami mengatasi masalah yang satu ini. Anda yang sama-sama hidup terpisah dengan pasangan resmi anda bisa menghubungi saya secara pribadi jika ingin berbagi :)

Setiap hal, pasti ada sisi positif dan negatifnya. Demikian halnya dengan menjalani hubungan jarak jauh. Negatifnya, jika tak pandai menyikapi, maka membuka peluang terjadinya perselingkuhan. Bahkan bisa jadi bubarnya hubungan yang telah terjalin. Positifnya, masing-masing jadi bisa lebih sabar. Sabar untuk bisa ngobrol via telpon maupun chat. Sabar untuk menunggu saat bertemu muka. Selain itu, masing-masing juga jadi lebih mandiri, karena tak terbiasa mengandalkan pasangan dalam mengerjakan sesuatu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun