Mohon tunggu...
Nisenonis
Nisenonis Mohon Tunggu... profesional -

Moms ; Fatiha, Fathan, Fara. medical doctor, Pecinta kuliner Nusatara, Peminum Air Putih, Book Lover, Traveller Adict, Jatuh Cinta dg segala hal berbau Indonesia !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ajari Aku Pendidikan tentang Seks

18 Juli 2016   10:24 Diperbarui: 18 Juli 2016   10:39 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tempat asalku, memiliki anak Perempuan dinilai suatu keuntungan. Tidak perlu disekolahkan tinggi, cukup SD kemudian bisa dinikahkan, maka hilanglah tanggung jawab orangtua yang akan beralih ke tangan suaminya. Atau Anak perempuan bisa dijadikan komoditas. Salah satunya dengan menjual keperawanannya. Entah mengapa, sejak dulu saya benci kata Perawan. 

Saya mendengar banyak kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada teman-teman saya di desa yang sebabnya berasal dari keperawanan. Menurut saya keperawanan hanya mitos. Saya tidak peduli tentang keperawanan karena saya manusia. Yang selayaknya tidak hanya dihargai dari keperawanannya semata. Saya tidak mati  ketika menjadi perempuan yang tidak perawan. 

Jangan harap,  perempuan yang perawan merasa dirinya terhormat karena perawan bisa hilang kapan saja hanya karena hal sepele seperti mengendarai sepeda. Lalu apa jadinya perempuan yang menjunjung tinggi keperawanan pada malam pertama tidak berdarah setelah berhubungan seks ? Laki-laki bodoh akan seenaknya menuntut. Keperawanan hanya akan membuat perempuan repot.

Mama adalah guru pertama saya tentang banyak hal. Ketika saya mengalami cinta monyet, bahkan sebelum saya haid. Mama begitu terbuka dan cerdas menjawab setiap pertanyaan kritis Saya. Saya ingat pada tahap ini mama bilang, seks adalah suatu proses  seperti manusia mengenal lawan jenis, mengenal cinta, terluka lalu seks menjadi bagiannya. 

Jaman itu film indonesia sedang di hantui film-film yang mengumbar syahwat. Buat kami, hal itu bukan hal yang luar biasa. Kami tidak seperti orang Indonesia lainnya yang hipokrit men-tabu-kan seks. Semua orang melakukan hubungan seks. Semua orang di dunia ini. Karena hal itu manusiawi. Yang tidak wajar ketika seks dikategorikan sebagai hal buruk, padahal semua orang melakukannya. Saya, kamu, kita semua lahir dari hubungan seks, jangan pungkiri itu. Maka suatu kejahatan kemanusiaan jika menganggap seks adalah tabu.

Laki-laki sebagai pemilik penis yang memiliki peran superior , penikmat tubuh perempuan. Harusnya memiliki peran penting dalam mengedukasi anak-anak terbuka terhadap seks. Tapi yang terjadi saat ini, lelaki kebanyakan ambigu dalam menyingkapi seks perempuan. 


Mereka menginginkan perempuan yang bisa memuaskan mereka ; laki-laki butuh perempuan yang baik, yang mau menyerahkan dirinya. Disisi lain, laki-laki butuh perempuan yang lebih agresif dan ekspresif tentang seks, dan celakanya,  saat perempuan melakukannya,  perempuan akan dihukim sebagai "bukan perempuan baik-baik" yang layak dijadikan pasangan. Dalam hal ini, laki-laki harus lebih adil pada perempuan dan tidak lagi memposisikan diri sebagai penentu dan penilai


Di era derasnya arus informasi seperti saat ini, bukan lagi jamannya men-tabu-kan seks. Ketika kamu manusia, maka layaknya kamu memanusiakan manusia lain. Jadilah pengayom, pendidik dan pelindung anak-anak yang makin kritis. Masalah sosial tidak akan pernah selesai hanya dengan kita sibuk mengumpat pemerintah dan memenjarakan pelakunya. Seks bukan hanya sekedar aktivitas seksual, tetapi juga organ reproduksi, hubungan dengan pasangan, baik dalam hal pacaran maupun sudah menikah, dan identitas jenis kelamin serta kesetaraan perempuan laki-laki tanpa dipandang jenis kelaminnya

Bahan bacaan: Mereka yang diatas persoalan-Jurnal Perempuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun